KPK Periksa PNS Kemendagri Terkait Korupsi IPDN

KPK juga memeriksa dua orang pegawai PT Hutama Karya.

oleh Oscar Ferri diperbarui 30 Agu 2016, 12:52 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2016, 12:52 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang pegawai PT Hutama Karya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kabupaten Agam, Sumatera Utara pada 2011. Kedua pegawai itu, yakni Mali Achmadi dan Zaim Susilo.

"Mereka jadi saksi untuk tersangka DJ (Dudy Jocom)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Selasa (30/8/2016).

KPK juga memeriksa seorang pegawai negeri sipil Kementerian Dalam Negeri, Kasdan, dan seorang swasta bernama Sugeng Hindarjo. Dia juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dudy Jocom.

Pada kasus ini, KPK sudah memeriksa puluhan saksi. Bahkan KPK pernah memeriksa 42 saksi di Kampus IPDN, Baso, Kabupaten Agam, secara maraton pada 17-23 Maret 2016. Pemeriksaan 42 saksi itu dilakukan KPK sebagai bentuk efektivitas dan efisiensi. Sebab, semua saksi tinggal di Sumbar. Ini akan memakan waktu dan tenaga jika semuanya dipanggil ke Jakarta.

Selain itu KPK pernah memeriksa dua pejabat tinggi perusahaan pelat merah, PT Hutama Karya. Yakni Muhammad Fauzan selaku direktur dan Remon Debal sebagai Deputi Project Manager Divisi Gedung pada 2011.
‎
KPK pun menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Kampus IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 2011 ini. Mereka adalah Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom dan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan.

Kedua tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pembangunan Gedung Kampus IPDN Kabupaten Agam yang diresmikan Mendagri era Gamawan Fauzi pada 2013 silam tersebut. Akibat perbuatan keduanya, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 34 miliar dari total nilai proyek Rp 125 miliar.

Keduanya disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 huruf a atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya