Panitera PN Jakpus Didakwa Terima Suap Rp 1,5 Miliar

Jaksa menguraikan, uang Rp 1,5 miliar diterima Edy dari Doddy Ariyanto Supeno‎, asisten eks Presiden Direktur Lippo Group Eddy Sindoro.

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Sep 2016, 01:33 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2016, 01:33 WIB
Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut‎ Umum (JPU) mendakwa Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, menerima uang Rp 1,5 miliar dalam bentuk pecahan dollar Singapura, Rp 100 juta, US$ 50 ribu, dan Rp 50 juta. Uang itu diterima terkait penanganan sejumlah perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan, agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap Jaksa Dzakiyul Fikri dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/9/2016). 

Jaksa menguraikan, uang Rp 1,5 miliar diterima Edy dari Doddy Ariyanto Supeno‎, asisten eks Presiden Direktur Lippo Group Eddy Sindoro. Pemberian itu merupakan arahan dari pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) Herry Soegiarto, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan Eddy Sindoro.

Uang SGD 1,5 miliar yang diterima Edy itu diberikan untuk melakukan perubahan redaksional atau revisi surat jawaban dari PN Jakpus, untuk menolak eskekusi lanjutan dari ahli waris berdasarkan putusan Raa Van Justitie Nomor 232/1937 tertanggal 12 Juli 1940 atas tanah lokasi di Tangerang atau untuk tidak mengirimkan surat tersebut kepada pihak pemohon eksekusi lanjutan. 

Untuk penerimaan Rp 100 juta yang diberikan Agustriadhy merupakan arahan Eddy Sindoro. Duit itu ditujukan terkait pengurusan penundaan surat peringatan atau aanmaning pada perkara niaga PT MTP, melalui PN Jakpus sesuai putusan Singapura International Arbitration Centre (SIAC) Nomor 62 Tahun 2013 tanggal 1 Juli 2013, ARB Nomor 178 Tahun 2010.

Kemudian penerimaan US$ 50 ribu dan Rp 50 juta yang diberikan Doddy atas arahan Wresti dan Ervan, diperuntukan untuk pengurusan pengajuan kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) meskipun telah melewati batas waktu dan untuk membantu perkara yang masih dihadapi Lippo Group di PN Jakpus.

"Perbuatan itu bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara‎," kata Jaksa.

Atas perbuatannya, Edy Nasution didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya