Kabareskrim Beberkan Penyebab Maraknya Perdagangan Orang di ASEAN

Perlu kerja sama lintas negara untuk meminimalisir kasus perdagangan orang.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 08 Sep 2016, 19:16 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2016, 19:16 WIB
20160718-Kabareskrim Polri Sambangi KPK, Ada Apa?
Kabareskrim Polri, Irjen Ari Dono Sukmanto tersenyum saat tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (18/7).Keperluannya datang ke KPK juga untuk membahas beberapa kasus korupsi. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Ari Dono Sumanto menyebut, pertumbuhan ekonomi dan penduduk di wilayah Asia Tenggara atau negara ASEAN menjadi penyebab maraknya kasus perdagangan orang.

Hal ini disampaikan Ari ketika menghadiri dialog keamanan antara aparat Indonesia dengan Vietnam, di kantor Kementerian Keamanan Publik (The Ministry of Public Security) di Hanoi, Vietnam, pada 7 September 2016.

"Pertumbuhan cepat dalam hal konektivitas di ASEAN, salah satunya dengan adanya masyarakat ASEAN, menghadirkan kerentanan atas jenis dari kejahatan ini. Salah satu permasalahan yang terdeteksi adalah persoalan di perbatasan negara anggota yang seringkali dimanfaatkan oleh para sindikat kejahatan lintas negara untuk menyelundupkan para korban perdagangan manusia," kata Ari dalam pesan tertulisnya yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (8/9/2016).

Untuk itu, menurut Ari, perlu peningkatan kerja sama lintas negara dan instansi terkait di wilayah Asia Tenggara. Sehingga, kasus perdagangan orang dapat diminimalisir.

"Baik tukar menukar informasi maupun joint investigation," ucap Ari.

Kasus Perdagangan Orang

Berdasarkan data dari Kementerian Keamanan Publik dan Kementerian Sosial dan Tenaga Kerja Vietnam, pada 2015 lalu ada 407 kasus perdagangan orang yang berhasil diinventarisir.

Dari 1.000 korban perdagangan orang yang merupakan WN Vietnam, setiap 100 orang, terdeteksi dijual di negara-negara yang berbatasan langsung dengan Vietnam. Mulai dari China sebanyak 72 orang, Kamboja sebanyak 10 orang, Laos sebanyak 6 orang, sisanya di beberapa negara lainnya.

Bahkan para korbannya diduga dieksploitasi secara seksual, upah tidak dibayar, hingga penjualan organ tubuh. Saat ini, sebanyak 655 pelaku perdagangan orang telah dijerat pasal perdagangan orang oleh pemerintah Vietnam.

Ari mengatakan, di Indonesia, sebanyak 184 kasus dari 237 kasus laporan terkait tindak pidana perdagangan orang telah dituntaskan oleh Polri di tingkat Polda dan Mabes Polri. Sampai dengan Agustus 2016 ini, sebanyak 68 kasus dari 77 laporan yang telah diselesaikan. Sisanya, baik di Polda dan Mabes Polri, hingga saat ini masuk dalam tahap penuntasan kasus.

"Akar masalah dan modus operandi tidak jauh berbeda dengan Vietnam," ungkap Ari.

Untuk itu, kata Ari, dukungan pemerintah khususnya negara-negara di kawasan ASEAN mesti segera dengan cara meratifikasi konvensi tentang tindak pidana perdagangan orang.

"Sudah saatnya semua pemimpin negara Asean segera meratifikasi konvensi tentang perbudakan manusia secara modern itu, agar menjadikan upaya mengatasi kejahatan ini menjadi tambah maksimal lagi. Manusia itu bukan barang dagangan," tutur Ari.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya