Jokowi: Jaga Keamanan Siber Tak Perlu Buat Lembaga Baru

Indonesia menjadi sasaran kejahatan siber terbesar kedua dunia pada 2013. Jumlah itu terus meningkat hingga 389 persen pada 2015.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 20 Sep 2016, 16:48 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2016, 16:48 WIB
20160913-New-Priok-Container-Terminal-Jakarta-Jokowi-FF
Presiden Jokowi meninjau New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, (13/9). Terminal diproyeksikan dapat melayani kapal petikemas berkapasitas I3.000-15.000 TEUs dengan bobot di atas 150.000 DWT. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan Siber kini tak bisa dianggap sebelah mata. Indonesia juga menjadi salah satu sasaran empuk kejahatan siber.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin banyaknya kejahatan siber menjadi tantangan yang harus disikapi dengan cepat dan tepat saat ini. Tapi, bukan berarti harus membuat lembaga baru khusus untuk menangani kejahatan siber.

"Untuk menangani masalah keamanan siber, tidak perlu membentuk lembaga baru mulai dari nol. Tapi kita bisa manfaatkan, bisa kembangkan, bisa konsolidasikan dengan unit-unit di kementerian atau lembaga yang memiliki fungsi keamanan siber," ujar Jokowi saat membuka Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/9/2016).

Dari data yang didapat, Indonesia menjadi sasaran kejahatan siber terbesar kedua dunia pada 2013. Jumlah itu terus meningkat hingga 389 persen pada 2015. Yang paling sering diserang adalah e-commerce.

"Munculnya ancaman kejahatan siber menjadi tantangan baru dari sisi kesiapan lembaga pemerintah, apalagi ke depan kita ingin memperkuat ekonomi digital kita," pungkas Jokowi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya