KPK Periksa Bupati Buton Terkait Korupsi Gubernur Sultra

Bersamaan dengan Bupati Buton, KPK juga memeriksa Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumbar, Burhanuddin.

oleh Oscar Ferri diperbarui 26 Sep 2016, 13:12 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2016, 13:12 WIB
Logo KPK
KPK

Liputan6.com, Jakarta - Nama Bupati Buton Sjafei Kahar masuk dalam agenda pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini. Dia dijadwalkan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Tambang (IUP) di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2014.

"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (26/9/2016).

Bersamaan dengan Sjafei, KPK juga memeriksa Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumbar, Burhanuddin. Dia juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nur Alam.

Sebagai informasi,‎ KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang, dalam persetujuan dan penerbitan SK IUP di wilayah Provinsi Sultra.

Diduga, Gubernur Sultra dua periode yakni 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK, yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Selaku Gubernur Sultra, Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dari 2008-2014. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi.

Diduga ada imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang menambang nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

PT AHB juga diketahui berafiliasi dengan PT Billy Indonesia. Hasil tambang nikel oleh PT Billy Indonesia kemudian dijual kepada Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong.

Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar kepada Nur Alam lewat sebuah bank di Hong Kong.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya