Kontak Dirut Bulog, Irman Gusman Akui Kenal dengan Memi

Irman menegaskan, dia menelepon Djarot selaku wakil rakyat yang mengetahui adanya krisis gula di Padang.

oleh Oscar Ferri diperbarui 05 Okt 2016, 12:54 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2016, 12:54 WIB
20161004-Irman-Gusman-Diperiksa-KPK-Jakarta-HA
Senyum Irman Gusman sebelum jalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, (4/10). Irman diperiksa sebagai saksi tersangka Memei, isteri dari tersangka Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto (Tanto) dalam kasus yang sama. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua DPD Irman Gusman memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Susanto.

Irman mengatakan, dalam kontak telepon dengan Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti, dia menyebut mengenal Memi, istri Xaveriandy sebagai mitra ‎terkait dengan tingginya harga gula di Padang, Sumatera Barat. Namun dia membantah menyodorkan nama Memi, Xaveriandy, atau CV Semesta Berjaya untuk direkomendasikan kepada Bulog.

‎"Nggak. Saya mengatakan, siapa mitranya? Yang saya kenal ya Memi. Karena dia yang tahu karena krisis, gula itu kekurangan pasokan‎," ujar Irman di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/10/2016).

‎Irman mengaku, Djarot yang diteleponnya itu untuk menanyakan perihal mitra perusahaan yang bisa mendistribusikan gula, karena adanya kelangkaan di Padang. Namun soal pengiriman ke perusahaan distributor gula merupakan kewenangan Bulog.

"Bukan hanya Memi, karena dia tanya siapa mitranya. Itu kan kewenangannya ada di Bulog," ucap dia.

Irman menegaskan, dia menelepon Djarot selaku wakil rakyat yang mengetahui adanya krisis gula di Padang karena tingginya harga gula di wilayah daerah pemilihannya (dapil) itu. Hal tersebut, Irman mengaku, sudah menjadi kewajiban dan tugasnya selaku anggota sekaligus Ketua DPD kala itu.

"Seperti yang saya katakan bahwa saya menelepon Bulog karena ada krisis gula di Sumbar, kewajiban saya sebagai wakil rakyat Sumbar untuk menelepon. Kewajiban itu," kata Irman.

Penetapan Tersangka

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya. Ketiganya, yakni mantan Ketua DPD RI Irman Gusman serta Direktur Utama CV Semesta Berjaya yaitu Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi‎.

Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman Gusman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan Widya Candra, Jakarta. Sejumlah orang, termasuk Irman, Xaveriandy, dan Memi diamankan oleh tim satgas bersama dengan barang bukti uang Rp 100 juta.

OTT itu merupakan hasil pengembangan penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap terhadap jaksa Kejaksaan Negeri Padang, Farizal yang dilakukan oleh Xaveriandy dalam perkara distribusi gula impor tanpa sertifikat SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat. Dari pengembangan penyelidikan kasus itu, tim penyelidik KPK mendapat informasi yang berhubungan dengan Irman Gusman.

‎Adapun, dalam perkara distribusi impor gula tanpa SNI itu, Xaveriandy sebagai terdakwa memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal. Farizal merupakan Jaksa yang mendakwa Xaveriandy dalam perkara tersebut. Namun dalam praktiknya, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya