Liputan6.com, Jakarta - Ratusan orang berdatangan ke belakang Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, pagi itu. Mereka ingin melihat lebih dekat dua buah tas yang disebut berisi potongan mayat. Ya, mayat korban mutilasi.
Sabtu, 12 Juli 2008, warga menemukan dua buah tas yang berisi tujuh potong bagian tubuh manusia di sekitar SDN 14 Ragunan.
Baca Juga
Tas pertama berisi kepala dan pinggul. Benda itu diletakkan di depan SDN 14 Ragunan. Sedangkan tas lainnya yang berisi tangan dan kaki, diletakkan di seberangnya.
Advertisement
Tak lama berselang, polisi segera mensterilisasi wilayah itu. Petugas memasang garis polisi untuk memudahkan tim memeriksa potongan tubuh tersebut.
Hingga pukul 10.15 WIB, petugas masih memeriksa tas berisi potongan kepala. Sementara potongan kaki dan tangan sudah dibawa ke RSCM.
Polisi juga menemukan baju dan celana jeans yang diduga milik korban di tas berisi potongan kepala. Pakaian yang sudah kotor karena tanah dan darah.
Sehari setelah penemuan korban mutilasi itu, beberapa orang mendatangi kamar jenazah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk melakukan identifikasi.
Salah satunya adalah Nugraha alias Dado. Dia datang jauh-jauh dari Bekasi, Jawa Barat karena saudara iparnya sudah menghilang selama dua hari.
Dia mengaku ingin mencari saudara iparnya yang bernama Heri Santoso (40). Dia mengaku terlebih dulu melapor ke Polres Jakarta Selatan sebelum dibawa ke RSCM untuk identifikasi.
Namun, tidak berani melihat potongan tubuh tersebut. Dia hanya membawa ijazah Heri untuk pencocokan sidik jari.
Tak lama berselang, ternyata benar, mayat tersebut adalah Heri Santoso. Heri merupakan seorang manager penjualan sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
Pada Selasa 15 Juli 2008, polisi menangkap Very Idam Henyansyah alias Ryan. Dia ditangkap setelah menggunakan uang sebesar Rp 3.040.000, kartu kredit dan ATM milik Heri untuk berfoya-foya dengan kekasih sesama jenisnya, Noval Andrias. Saat itu, dia ditangkap di kosnya di Pesona Kayangan, Depok.
Polisi juga menangkap kekasih Ryan, Noval.
Pembunuhan Berantai
Penyidik kemudian menggiring Ryan dan Noval ke Polda Metro Jaya pada hari itu juga untuk diperiksa. Pada pemeriksaan tersebut, penyidik menghubungkan kasus mutilasi ini dengan hilangnya Aril Somba Sitanggang alias Aril. Pria 34 tahun itu pernah dilaporkan keluarganya pada Mei 2008 karena menghilang.
Pada saat itu, polisi melepaskannya karena tidak cukup bukti.
Namun, pada pemeriksaan kali itu, polisi yakin Ryan juga lah yang membunuh Aril. Ryan pun mengaku telah memakamkan jenazah Aril di dekat rumah orangtuanya di Desa Jatiwates Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Senin, 21 Juli 2008, polisi menggiring Ryan untuk menunjukkan lokasi penguburan Aril. Saat itu, polisi malah menemukan empat mayat dalam dua lubang. Salah satunya diyakini sebagai mayat Aril.
Satu lubang berisi tiga jenazah. Satu korban berjenis kelamin wanita. Jenazah perempuan itu ditemukan dalam satu liang lahat bersama dua mayat laki-laki lainnya di belakang pintu dapur rumah keluarga Ryan.
Lubang yang lain berisi satu jasad berjenis kelamin laki-laki ditemukan petugas dalam sebuah liang di bawah pohon bambu yang berjarak sekitar lima meter dari liang pertama.
Ryan mengaku melakukan pembunuhan itu sendirian di belakang rumahnya di Jalan Melati, Desa Jatiwates. Dia membunuh satu mayat sekitar Juli-Agustus 2007, sseorang lagi pada Januari 2008, dan dua korban lainnya pada April 2008.
Pada akhirnya terungkap, Ryan telah membunuh 11 orang.
Advertisement
Ajukan Grasi
6 April 2009, Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan hukuman mati kepada Very Idam Henyansyah alias Ryan Jombang. Pria kelahiran Jombang 1 Februari 1978 itu lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, tapi ditolak. Begitu pula dengan permohonan kasasinya ke Mahkamah Agung. Ryan lalu mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Hasilnya, tetap sama.
Bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, Ryan mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo. Ryan yang membunuh 11 orang dan memutilasi beberapa di antaranya itu ingin Jokowi mengurangi hukumannya. Permintaan grasi itu diajukan Ryan melalui tim pengacaranya.
"Mengajukan permohonan pengampunan (GRASI) atas Putusan Pengadilan Negeri Depok No 1036/Pid/B/2008/PN.DPK tanggal 6 April 2009 jo Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 213/Pid/2009/PT.BDG tanggal 19 Mei 2009 jo Putusan Mahkamah Agung No 1444 K/Pid/2009 tanggal 31 Agustus 2009 jo Putusan Mahkamah Agung No 25 PK/Pid/2012 tanggal 05 Juli 2012 kepada Presiden Republik Indonesia," tulis tim pengacara Nyoman Rae&Partners dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat 7 Oktober 2016.
Sampai sekarang, Ryan masih menunggu eksekusi mati yang belum diputuskan pelaksanaannya oleh Kejaksaan. Pengajuan grasi ini bisa saja membuatnya lolos eksekusi mati karena dia belum selesai menggunakan hak hukumnya.
Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari 1 tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht.
Taubat
Pada berkas permohonannya, dia menyertakan secarik surat tulisan tangan untuk presiden yang menjelaskan alasannya meminta grasi. Ryan yang dihukum mati itu mengaku menyesal dan meminta maaf atas perbuatannya telah membunuh 11 orang.
"Assalamualaikum wr..wb yang saya muliahkan dan saya hormati bpk Presiden Republik Indonesia, dengan ini saya menyatakan penyesalan yg sedalam dalamnya atas smua tindakan kriminal yg sudah saya lakukan. Dlm masa pertobatan saya hari ini, saya memohon dari lubuk hari yg terdalam agar bpk presiden mau memaafkan dan mengampuni saya," tulis Ryan mengawali surat permohonan tersebut, seperti yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Dia meminta kesempatan untuk memohon ampun kepada Tuhan dan menebus dosanya. Dia masih setengah jalan dalam melakukan pertaubatan.
"Bpk presiden yg saya hormati atas smua kesalahan dan dosa yg sudah saya lakukan mohon beri kesempatan pd saya untuk selesaikan puasa khifarat sbg kewajiban seorang muslim yg membunuh org lain, maka sbg gantinya sesuai dengan Alquran saya harus puasa 2 bln berturut-turut atas satu nyawa yg saya bunuh. Dan saat saya menulis permohonan grasi ini saya sudah menyelesaikan puasa khifarat atas 5 nyawa," Ryan menjelaskan.
Ryan mengaku hanya bisa ikhlas untuk terus berusaha mendapatkan pengampunan. "Yg saya muliakan bapak presiden, sebagai seorang terpidana mati saya hanya bisa ikhlas dan berusaha mendapatkan pengampunan dari Allah SWT dan bapak Presiden RI Joko Widodo," tulis Ryan.
Ia pun mengungkapkan kesedihannya selama menjalani hukuman di penjara. "Hampir tiap saat saya meneteskan air mata saat ibu kandung saya bertanya "kapan kamu pulang nak". Pertanyaan yg tidak perna bs saya jwb. Bpk Presiden yg saya hormati sekali lagi saya memohon ampunan dr bapak agar mengubah hukuman saya menjadi SH (seumur hidup)," pinta Ryan.
Advertisement