Liputan6.com, Jakarta - Melalui gerakan Operasi Pemberantasan Pungli (OPP), Presiden Jokowi mulai mengawali langkahnya perang melawan pungutan liar alias pungli. Presiden pun membentuk tim khusus untuk memerangi pungli bernama Tim Sapu Bersih (Saber) Pungli.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto ditunjuk sebagai penanggung jawab tim tersebut. Penggerak utama satgas ini akan diprioritaskan pada Polri yang melibatkan kementerian terkait.
Presiden bernama lengkap Joko Widodo itu menganggap, pungli sekecil apapun merupakan budaya kerja yang tak sehat. Bahkan, berpotensi menimbulkan praktik korupsi yang jauh lebih besar.
Advertisement
"Kecil-kecil tapi meresahkan, kecil-kecil tapi menjengkelkan. Kita harus membangun sebuah budaya yang baik, budaya kerja yang cepat," kata Jokowi, saat penyerahan sertifikat tanah kepada masyarakat Surakarta, Minggu 16 Oktober 2016.
Presiden yang akrab disapa Jokowi itu sadar betul kerugian yang ditimbulkan pungutan liar alias pungli tidak lebih besar, dibanding kasus-kasus lainnya. Namun dia bertekad akan tetap memberantasnya.
"Yang lebih kecil pun akan saya urus. Bukan hanya Rp 500 ribu atau Rp 1 juta, urusan Rp 10 ribu pun akan saya urus," kata dia.
Jokowi menegaskan, pemerintah akan terus mengawasi pungli dalam pelayanan kepada masyarakat, khususnya pengurusan perizinan.
"Sekarang yang namanya pungli hati-hati, tidak hanya urusan sertifikat, tidak hanya urusan SIM, tidak hanya urusan KTP," kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.
"Yang namanya urusan untuk izin-izin semuanya akan saya awasi. Saya akan awasi," tegas Jokowi.
Gayung Bersambut
OPP yang baru diputuskan Jokowi pada Selasa 11 Oktober 2016, mendapat sambutan positif dari jajarannya. Seperti penangkapan pegawai di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa menit setelah kebijakan itu dikeluarkan.
Pada penangkapan di Kemenhub tersebut, bagi Jokowi termasuk operasi tangkap tangan dengan jumlah uangnya tidak besar. Tapi itulah cara dia memulai memberantas pungli.
"Jumlah nominal uang pungli yang lebih kecil pun tetap akan saya tangani," tegas mantan Gubernur DKI Jakarta.
Tak hanya di Kemenhub, sambutan baik juga datang dari jajaran kementerian lain dan kepala daerah. Seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang berpendapat perlu ada keteladanan dalam upaya pemberantasan pungli.
"Pemberantasan pungli akan lebih efektif jika ada keteladanan pemimpinnya untuk perbaikan birokrasi, sehingga jajarannya mengikuti dan meniru perilaku pimpinan," ucap Ganjar di Semarang, Jawa Tengah, Minggu 16 Oktober 2016.
Menurut Ganjar, langkah awal untuk memberantas pungli harus bersumber terlebih dahulu dari pemimpin tertinggi di suatu daerah, dengan tidak meminta setoran kepada jajaran di bawahnya.
"Pimpinan jangan minta setoran dan pimpinan di bawahnya juga jangan minta setoran. Sebab, praktik pungli ada karena budaya setoran masih muncul," ujar dia.
Selain keteladanan pemimpin, mantan anggota DPR itu menyebutkan upaya pemberantasan pungli juga harus dilakukan dengan mengubah sistem, dan memasukkan alat yang dapat menghindari pertemuan langsung antara pembayar pajak dengan petugas.
Sambutan positif juga dilakukan Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo meminta seluruh Kejaksaan Tinggi memerintahkan Asisten Bidang Pengawasan untuk mengawasi seluruh jaksa. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pungutan liar (pungli) di kejaksaan.
Nantinya, kata Prasetyo, seluruh kejati akan melaporkan temuannya ke Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel).
"Saya tugaskan Jamintel jadi instrumen untuk menelusuri dan mengklarifikasi setiap ada info mengenai adanya dugaan penyimpangan kewenangan oleh aparat kejaksaan di manapun," ucap Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 14 Oktober 2016.
Hal sama juga dilakukan di jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengeluarkan instruksi tentang pemberantasan pungli.
Yasonna mengatakan pemerintah tak akan bertoleransi terhadap pelaku pungli. Dia juga menyatakan perang terhadap pungli, khususnya di lingkungan Kemenkumham.
"Kalau ada yang ketahuan (pegawai Kemenkumham) pungli, saya akan melakukan pemecatan," ucap Yasonna di Kemenkumham, Jakarta, Jumat 14 Oktober 2016.
‎Yasonna mengatakan, perlu adanya pengawasan ketat terhadap seluruh jajaran pimpinan di Kemenkumham di berbagai tingkatan. Baik pusat dan daerah, pimpinan harus mulai mengawasi bawahannya yang rawan pungli dalam pelayanan masyarakat.
Tak hanya itu, Gubernur Banten Rano Karno juga mengatakan penggeledahan seperti terjadi di Kemenhub tak akan terjadi di Banten. Sebab, Pemerintah Provinsi Banten telah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak jauh hari.
"Sudah berjalan kita (pengawasan), kalau KPK sudah hadir di sini masih terjadi, bingung kita. Kita sudah bikin rencana aksi, sudah masuk ke agenda pencegahan KPK," ucap Rano di Kota Serang, Jumat 14 Oktober 2016.
Terlambat?
Direktur The Nasional Maritime Institute, Siswanto Rusdi menilai, praktik pungli di Direktorat Jenderal Kelautan Kemenhub sudah menggurita. Penindakan yang dilakukan Jokowi dianggap sudah terlambat.
"Kok di-OTT baru-baru ini. Paling tidak awal tahun pemerintahan Jokowi, sudah di-OTT. Karena punglinya sudah luar biasa," kata Siswanto dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 15 Oktober 2016.
Menurut dia, praktik pungli masih terlihat di seluruh pelabuhan. Bahkan terjadi setiap hari. Dia mencontohkan pungli ketika pengecekan kapal. Kapal yang tidak layak malah diberi izin berlayar.
"Pungli di survei kapal. Kapal-kapal yang diperiksa tahunan, dikasih uang pelicin, itu tinggal diterbitkan saja suratnya," ungkap Siswanto.
Namun, dia mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah dengan membentuk Tim Saber Pungli. Dia meminta tak hanya penindakan hukum yang dilakukan, tapi juga pembenahan di Kemenhub itu sendiri.
Sementara, Komisioner Ombudsman La Ode Ida menilai tidak ada yang luar biasa dalam OTT yang dilakukan Polri di Kemenhub. Sebab, pungli di Kemenhub sudah biasa terjadi.
"Sebetulnya (OTT) bukan hal luar biasa, karena (pungli) sudah biasa. Hanya kemarin yang tertangkap kecil-kecilan," kata La Ode dalam kesempatan yang sama.
Dia menambahkan OTT pungli di Kemenhub tidak seberapa dengan laporan yang diterima Ombudsman selama ini. Dia mengklaim hampir 50 persen laporan masuk ke Ombudsman soal pungli.
La Ode menilai pengawasan internal di setiap institusi negara masih sangat lemah. Lemahnya pengawasan inilah yang menyebab praktik pungli masih merajalela.
Dia mencontohkan pungli yang terungkap di Kemenhub, di mana tiga pegawai negeri sipil (PNS) dicokok setelah kepergok melakukan praktik pungli.
"Ini bukti dari pengawasan internal yang sangat lemah. Padahal ada inspektoratnya. Ditiadakan saja inspektorat kalau itu ada," kata dia.
Menurut dia, seharusnya kinerja inspektorat pengawasan lebih ditingkatkan daripada membentuk tim khusus untuk menangani praktik pungli.
Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar tak memungkiri ada segelintir anggotanya yang terlibat praktik pungli. Tak hanya di internal Polri, Boy menilai praktik pungli ini juga terjadi di institusi lain.
Menurut Boy, ada sejumlah faktor yang menyebabkan praktik pungutan liar terjadi di institusinya.
Yang pertama, kata dia, ada keinginan dari para penyelenggara negara untuk mendapat penghasilan lebih. Kemudian, para penyelenggara ini memanfaatkan posisi jabatannya yang dianggap strategis.
"Sehingga dia (penyelenggara negara) paham posisinya dibutuhkan masyarakat," kata Boy pada kesempatan yang sama.
Selain itu, Boy menambahkan, masyarakat tidak mengindahkan prosedur pelayanan yang seharusnya dipatuhi. Mereka menginginkan pelayanan cepat, sehingga memanfaatkan wewenang para penyelenggara negara.
"Makanya pungli ini dianggap sebagai hal yang lumrah," ucap Boy.
Karena itu, mantan Kapolda Banten ini berpendapat perlu dilakukan perubahan mendasar, tak hanya dari penyelenggara negara saja. Melainkan pada mental masyarakatnya.
Menurut Boy, ada tiga lapis tindakan hukuman yang bakal diberikan kepada para anggotanya yang terlibat pungli. Pertama, tindakan disiplin dan kode etik. Kedua, pencopotan secara tidak hormat atau dipecat. Terakhir, dilanjutkan ke ranah hukum pidana.
"Ada tiga lapis tindakan hukum kepada petugas. Jadi kami berharap momentum ini juga ditekankan oleh Kapolri. Jangan sampai ada anggota yang terlena (terhadap pungli)," tandas Boy.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian diam-diam telah membentuk tim untuk memberantas praktik pungli, terutama untuk menindak pungli di sektor pelayanan Polri kepada masyarakat.
"Sudah ada timnya. Kapolri sudah buat masing-masing polda agar bersih-bersih," tandas Boy.
Nyali Besar dan Kelas Kakap
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai Polri patut mendapat apresiasi atas gebrakan operasi pemberantasan pungli (OPP). Hal itu sejalan dengan upaya revitalisasi hukum yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo.
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini meminta Polri terus menggelar OPP, untuk memberantas penyakit menahun, pungutan liar di sentra pelayanan publik. Sebab, aksi ini sangat merugikan masyarakat.
"Kalau di KPK ada OTT yang telah menjadi trade mark-nya sebagai upaya pemberantasan kejahatan extra ordinary," ujar Bamsoet, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 13 Oktober 2016.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menegaskan sangat mendukung apa yang dilakukan Polri dalam memberantas pungli.
Namun, anggota Komisi I DPR ini mendorong agar Polri maupun instrumen pemerintah lainnya yang diberikan kewenangan penegakan hukum, bisa memberantas pungli kelas kakap. Sebab selama ini, pungli terjadi di mana-mana dan tidak mengenal instansi.
"Tapi harus konsisten, jangan cuma yang recehan doang yang ditindak, yang kakap-kakap juga nanti ditindak," kata Jazuli kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 13 Oktober 2016.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang juga turut buka suara, terkait masih banyaknya pungli di kementerian dan lembaga negara.
Saut mengatakan, dibutuhkan nyali besar bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk mencegah dan menindak pungli yang masih marak terjadi saat ini. Terutama ketika ada program-program pemerintah yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Jadi kalau ada program yang tidak sesuai, para APIP ini harus memiliki nyali seperti KPK untuk melakukan pencegahan dan penindakan," ujar Saut dalam pesan singkatnya, Kamis 13 Oktober 2016.