Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa anggota Komisi I DPR Agun Gunandjar. Politikus Partai Golkar itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP pada 2011-2012.
"Yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka IR," ucap Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Baca Juga
Agun memenuhi panggilan tersebut hari ini. Namun, eks anggota Komisi II DPR itu menolak membeberkan dugaan kongkalikong antara pihak legislatif dan eksekutif dalam menggolkan paket anggaran pengadaan E-KTP melalui skema multiyears.
Advertisement
"Saya pikir itu substansi materi. Itu masuk ruang lingkup pembahasan di sekitar anggaran 2011-2012," kata Agun.
Dia pun menolak menjelaskan lebih jauh bagaimana proyek pengadaan E-KTP itu sampai berujung korupsi. Yang jelas, kata dia, negara membutuhkan KTP berbasis elektronik tersebut.
"Itu bagian yang akan diproses dalam proses penyidikan ini. Saya tidak mau berkomentar lebih jauh. Pada akhirnya juga nanti akan diumumkan," ucap Agun.
Selain Agun, penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap. Politikus Golkar ini juga diperiksa sebagai saksi untuk Irman.
Kemudian saksi-saksi lain pun diperiksa KPK hari ini. Antara lain, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isni Edhi Wijaya, Kepala Bagian Perencanaan Ditjen Dukcapil Kemendagri Wisnu Wibowo, PNS Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta, Winata Cahyadi, serta Setyo Dwi Suhartanto, dan Arief Mulja Sapari dari swasta.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya yakni mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan, sehingga merugikan negara sampai Rp 2 triliun.