Liputan6.com, Solo - Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan penyerangan polisi di Tangerang terinspirasi dari media sosial. Apalagi banyak media sosial berisi ajaran radikal.
Warga asing sekarang sulit untuk masuk ke Suriah. Alhasil pihak ISIS terdesak untuk melakukan perekrutan. Oleh karena itu mereka melakukan propaganda melalui media sosial ‎dengan perintah melakukan amaliyah di daerahnya masing-masing.
Baca Juga
"Ya seperti kejadian Ivan di Sumatera Utara (pengebom gereja di Medan) dan Sultan di Tangerang kemarin. Mereka menafsirkan inspirasi di media sosial radikal dengan cara melakukan aksi seperti itu," kata Suhardi saat menjadi pembicara dalam pencegahan terorisme di Hotel Best Western Solo Baru, Jumat (21/10/2016).
Advertisement
Dia mengungkapkan, dalam media sosial yang beraliran radikal diajarkan jika tidak bisa melakukan teror menggunakan bom, teror tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara.
"Sultan memang sempat bawa bom, tapi tidak meledak. Pokoknya pakai apa saja yang menunjukkan bahwa apa yang dilakukannya seperti kelompok pendukung ISIS. Seperti halnya Sultan juga sempat menempelkan stiker ISIS di pos polisi," kata dia.
Suhardi mengatakan, apa yang dilakukan Ivan dan Sultan merupakan tindakan ‎alone wolf (pelaku tunggal). Tindakan tersebut yang terinspirasi dari media sosial radikal tersebut harus diwaspadai.
"Celakanya fenomena alone wolf yang terinspirasi dari ISIS itu akan berkembang dengan masing-masing jaringan. Hal tersebut harus diantisipasi dengan baik," kata Suhardi.
Lantas yang menjadi sasaran dari tindakan terorisme tersebut, menurut Suhardi, merupakan pihak toghut atau musuh Islam yang dianggap oleh kelompok tersebut, di antaranya polisi, TNI dan lainnya.
"Aparat negara dianggapnya toghut. Begitu pula pihak-pihak yang berlawanan dengannya akan dianggap toghut, meskipun itu orangtuanya," ujar Suhardi.