PDIP: Islam dan Nasionalisme Adalah Pancasila

Menurut Waksekjen PDIP, sejarah pembentukan Indonesia sebagai sebuah negara bangsa tidak dapat dipisahkan dari gerakan kaum Islam dan keban

oleh Taufiqurrohman diperbarui 30 Okt 2016, 22:47 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2016, 22:47 WIB
PDIP
Wakil Sekjen DPP PDIP Achmad Basarah. (Liputan6.com/Taufiqurrahman)

Liputan6.com, Jakarta - Pancasila merupakan sintesis antara Islam dan Nasionalisme. Ia ibarat sepasang rel kereta api yang harus selalu berdampingan dengan kokoh untuk mengantarkan penumpangnya sampai pada tujuannya.

Hal ini disampaikan Wakil Sekjen DPP PDIP Achmad Basarah saat bersama Sekjen PDIP Hasto Kristyanto melantik pengurus cabang Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) se-Bangka, di Pangkalpinang, Minggu (30/10/2016).

Pelantikan dihadiri juga oleh Ketua DPD PDIP Provinsi Bangka Belitung Rustam Effendi, calon gubernur Bangka Belitung yang juga petahana, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Bamusi Nasyirul Falah Amru.

"Salah satu dari rel kereta api itu patah, maka akan berisiko jatuhnya kereta api dari atasnya. Resikonya bukan hanya penumpang kereta api itu tidak akan sampai tujuan tetapi penumpang-penumpang kereta api tersebut akan celaka," ucap Basarah dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu malam.

"Sejarah pembentukan Indonesia sebagai sebuah negara bangsa tidak dapat dipisahkan dari gerakan kaum Islam dan kaum kebangsaan, baik pada konteks gerakan pemikiran maupun gerakan politik," ia menambahkan.

Basarah yang juga Sekretaris Dewan Penasihat Bamusi menerangkan pergerakan kaum kebangsaan yang dimulai dengan berdirinya Perkumpulan Boedi Oetomo tahun 1908 yang diikuti dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi gerakan lainnya seperti perkumpulan Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan Partai Nasional Indonesia/PNI (1927).

Dimensi pergerakan kaum Islam dan kaum Kebangsaan tersebut kemudian terinternalisasi dalam gerakan pemikiran dan gerakan politik Sukarno.

Basarah melanjutkan, konstruksi pemikiran politik awal yang menggembleng Sukarno adalah HOS Tjokroaminoto dan KH Ahmad Dahlan saat ia berusia remaja di Surabaya. Kemudian konstruksi pemikiran sosialisme dan kebangsaan ia dapatkan saat belajar di ITB Bandung.

"Dua dimensi pemikiran Islam dan kebangsaan itulah yang akhirnya oleh Sukarno dikonseptualisasikan menjadi Pancasila yang sekarang menjadi konsensus dasar bangsa Indonesia sebagai ideologi negara," ujar Basarah.

Adapun Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan kehadiran Bamusi termasuk di wilayah Bangka Belitung dalam rangka memperbaiki wajah partai politik.

"Diharapkan Bamusi mampu mengimplementasikan Islam Nusantara yang berkemajuan untuk Indonesia Raya," kata Hasto.

Hasto pun meminta para pengurus yang baru dilantik untuk bisa ikut memperkenalkan wajah PDIP dari sisi lain. "Politik itu seyogianya tidak bisa dipisahkan dari sisi keagamaan," ia menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya