Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menetapkan calon Gubernur DKI Jakarta petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau masyarakat untuk menghormati proses hukum yang telah dilakukan penyelidik.
Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Meski demikian, polisi tidak menahan Ahok karena berbagai pertimbangan: kooperatif, tidak menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri, dan tidak mengulangi perbuatannya.
"Penyelidik tidak melihat ada kekhawatiran itu," kata Kapolri.
Advertisement
Berikut paparan lengkap Kapolri setelah Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengumumkan hasil penyelidikan kasus yang menjerat Ahok.
"Rekan-rekan sekalian, baru saja kita mendengar hasil gelar perkara dan kesimpulan yang disampaikan oleh Kabareskrim selaku pimpinan di Bareskrim, di mana tim penyelidik di bawah komando Kabareskrim. Rekan-rekan tadi sudah mendengar dan dapatkan laporan soal ini. Saya menghargai kerja tim penyelidik.
Mereka bekerja berdasarkan undang-undang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyelidikan adalah tindakan untuk mencari peristiwa tindak pidana dan menentukan apakah dapat dan tidak menentukan penyidikan. Langkah penyidikan adalah kegiatan dan rangkaian untuk menangani tindak pidana dan menentukan tersangkanya.
Rekan sekalian, dari dasar itu tim bekerja berdasar undang-undang. Bukan bekerja berdasar atasan. Saya selaku Kapolri memberikan kewenangan penuh agar bekerja obyektif dan profesional.
Sejak 14 Oktober hingga 21 Oktober tim sudah bekerja dari awal, walau ada dua surat telegram kasus yang melibatkan pasangan calon yang mendaftarkan diri, perintahnya ditunda sampai proses pilkada, agar Polri tidak menjadi alat dalam menjatuhkan sosok. Tapi melihat sensitivitasnya, saya sudah minta Kabareskrim melakukan langkah penyelidikan dengan maraton.
Sudah hampir 40 saksi, mungkin ada pihak yang menyederhanakan jadi simpel. Tapi kami tak ingin salah langkah. Walau ada nilai persamaan hukum, tapi kita melihat kompleksitas kasus. Saksi ahli bahasa, agama, dan pidana berbeda pendapat. Saya melihat laporan jika penyelidik 27 orang terjadi dissenting opinion. Dalam catatan ini, tidak benar kalau berbeda pendapat.
Maka sepakat selesaikan di peradilan yang lebih terbuka. Mengapa, karena presiden bilang secara terbuka. Ada ahli hukum yang sebut penyelidikan proses yang rahasia, maka sebaiknya dilakukan tertutup dan diberikan kesempatan pada semua pihak. Kami sudah undang Ombudsman, Kompolnas, DPR. Tapi DPR mengirim surat resmi dan tidak mau mengitervensi.
Walau tidak bulat tapi sekapat diselesaikan di pengadilan yang terbuka dan semua bisa melihat, seperti kasus Jessica. Kesaksian pendapat dan lainya kami serahkan kepada hakim. Tim sepakat naikkan perkara ke penyidik dimulai hari ini dan akan mempercepatnya."