Liputan6.com, Jakarta - Analis Kebijakan Madya Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengemukakan, menjelang hari besar seperti Natal dan Tahun Baru 2017, kerap dimanfaatkan untuk melakukan aksi teror, seperti kasus pengeboman di Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur.
"Hari-hari besar biasanya memang dimanfaatkan untuk momen melakukan aksi. Ini kami antisipasi. Polri saat ini menerapkan sistem pengamanan melalui Indonesia Mencegah," kata Rikwanto di Jakarta, Kamis 17 November 2016.
Saat ini, ucap dia, pihaknya melakukan pencegahan terlebih dahulu dengan menangkap terduga teroris sebelum mereka melakukan aksinya.
Advertisement
"Kami cegah. Pasti ada pro kontra. Orang baik-baik kok ditangkep, ya karena memang belum terjadi. Tetapi percayalah, setiap ada penangkapan oleh Densus 88, pasti sudah diselidiki lama," ujar Rikwanto seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan, walaupun ada yang ditangkap, ada juga yang dilepaskan karena tidak terbukti.
"Misalnya di warkop (warung kopi), sasarannya satu, yang nongkrong lima orang, semuanya dibawa. Kalau tidak ada hubungannya, ya dilepas lima orang itu. Jadi bukan salah tangkap," ujar Rikwanto.
Sebelumnya, ledakan bom terjadi di halaman Gereja Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo Nomor 32 RT 03, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur, pada Minggu 13 November 2016. Empat anak dan balita mengalami luka serius. Bahkan seorang di antaranya bernama Intan Olivia Marbun yang berumur 2,5 tahun meninggal dunia.
Akibat peristiwa tersebut, tubuh Intan mengalami luka bakar 70 persen dan mengalami infeksi saluran pernapasan. Balita tersebut akhirnya meninggal ketika menjalani perawatan intensif di RSUD AW Sjahranie Samarinda, Senin 14 November 2016.
Polisi telah menetapkan lima tersangka atas aksi teror di Gereja Oikumene itu.