DPR Ingin BNPT Jadi Leading Sector Penanganan Terorisme

DPR menginginkan pemerintah tidak hanya melakukan penindakan. Tapi juga pencegahan, penindakan, dan penanganan terhadap korban.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 15 Des 2016, 09:01 WIB
Diterbitkan 15 Des 2016, 09:01 WIB
Cegah Teroris, Komisi III Rapat Bareng BNPT
Suasana rapat dengar pendapat antara BNPT dengan Komisi III, Jakarta, Rabu (27/5/2015). DPR meminta penjelasan terkait dengan koordinasi antar lembaga dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafi’i mengatakan, perlunya leading sector yang mengkoordinasikan kerja pemberantasan tindak pidana terorisme yang sifatnya tidak hanya melakukan penindakan, tapi juga pencegahan dan penanganan pasca peristiwa.

Untuk itu, Pansus mendukung langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang melibatkan 17 kementerian dan lembaga dalam koordinasi penanganan teroris. Baik dalam pencegahan maupun tindakan.

"Kita ingin ada satu leading sector. Kalau di PP 86 Tahun 2010 yang kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 12 Tahun 2012 tentang BNPT. Kita sebenarnya sudah melihat fungsi BNPT itu mengkoordinasi semua kementerian dan lembaga dalam penanganan teroris," kata Syafi'i dalam raker pembahasan RUU Terorisme di Gedung DPR, Rabu 14 Desember 2016.

"Tapi sayangnya sifat koordinasi ini masih pada level operasional, maunya itu pada level kebijakan, kita ingin dia punya kekuatan pada level pengambil kebijakan," lanjut dia seperti dikutip dari laman DPR.

Menurut Syafi’i, DPR menginginkan pemerintah tidak hanya melakukan penindakan. Tapi juga pencegahan, penindakan, dan penanganan terhadap korban.

Dalam RUU yang diajukan Pemerintah kepada DPR, kontennya lebih pada penindakan. Setelah melalui pendalaman di DPR kemudian Pansus membagi pembahasannya pada tiga bagian besar yakni pencegahan, penindakan, dan penanganan pasca peristiwa teroris.

"Kita (DPR) ingin UU itu jangan untuk menghukum, bahwa aspek hukuman itu tetap ada, tapi lebih dari itu bagaimana orang tidak lagi melakukan pelanggaran hukum," ujar dia.

Oleh karena itu, kata Syafi'i, pihaknya membagi pembahasan dari pencegahan, penindakan, dan penanganan korban.

Terkait korban, Syafi'i menjelaskan, ini akan menjadi tanggung jawab negara yang akan dibiayai APBN.

"Hal ini sesuai dengan pemaparan solusi dari Kementerian Keuangan, bahwa aneh jika membuat anggaran untuk korban teroris, karena kita tidak tahu kapan terjadi peristiwanya dan berapa korbannya," kata dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, maka dibuat solusi dengan membuat Biaya Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Kementerian Keuangan.

"Jadi kalau ada peristiwa panggil dananya turun, sifatnya on call tempat penyimpanannya BA BUN di dana cadangan," ujar Syafi'i.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya