KPK Buka Peluang Panggil Istri Dirut MTI Fahmi soal Kasus Bakamla

Pemanggilan itu tentunya juga untuk mengambil keterangan soal FD.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 18 Des 2016, 08:02 WIB
Diterbitkan 18 Des 2016, 08:02 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat kofrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). KPK menjerat Bupati Nganjuk Jawa Timur, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada tersangka kasus dugaan suap pengadaan proyek satelit pemantauan di Bakamla, Fahmi Darmawansyah alias FD untuk mematuhi hukum.

Febri menuturkan, bukan tidak mungkin nanti penyidik akan memanggil Inneke Koesherawati. Pemanggilan itu tentunya juga untuk mengambil keterangan soal FD.

"Kalau relevan dan memperkuat bukti-bukti dalam perkara ini tentu akan dipanggil," tutur juru bicara KPK Febri, Jakarta, Sabtu 17 Desember 2016.

Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah alias FD telah ditetapkan menjadi tersangka. Pria yang disebut-sebut sebagai suami dari artis Inneke Koesherawati ini masih berada di luar negeri.

Dia melanjutkan, FD diketahui sudah berada di luar negeri dua hari sebelum penyidik KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (14/12) kemaren. Dia pun menegaskan kepada FD agar segera menyerahkan diri.

Fahmi diduga memberikan suap kepada Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), ESH (Eko Susilo Hadi) yang kini telah ditetapkan menjadi tersangka. Suap itu diduga untuk pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Dalam proses penyidikan, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, di antaranya di kantor MTI dan Bakamla. Mulai Senin (19/12) besok, penyidik KPK rencananya melakukan pemeriksaan saksi-saksi.

Selain Fahmi dan Eko, KPK juga menetapkan dua pegawai MTI yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus sebagai tersangka kasus ini.

Eko yang diduga penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Sementara itu Fahmi, Adami, dan Hardy yang diduga sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Penetapan tersangka itu dilakukan pasca OTT yang dilakukan pada Rabu, (14/12). Dalam OTT, tim satgas KPK mengamankan uang Rp 2 miliar dalam bentuk pecahan valuta asing Dollar Singapura dan Dollar Amerika Serikat yang diduga suap. Rencananya suap yang diberikan adalah 7,5% dari total nilai proyek sebesar Rp 200 miliar atau setara dengan Rp 15 miliar.

Ketiga tersangka kasus ini telah ditahan di tiga rutan yang berbeda sejak Kamis, (15/12). Eko ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat, Hardy ditahan di rutan Polres Jakarta Timur, sedang Adami ditahan di Rutan KPK Cabang Guntur.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya