6 Pembunuhan Paling Sadis Sepanjang 2016

Kasus pembunuhan sadis ini banyak dilakukan oleh orang dekat.

oleh Yuliardi Hardjo PutroPramita TristiawatiMuslim AR diperbarui 26 Des 2016, 09:30 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 09:30 WIB
ilustrasi-pembunuh-130305b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun menyisakan kisah duka yang mendalam. Kisah dramatis pembunuhan remaja berumur 14 tahun itu menuai perhatian masyarakat.

Pelajar kelas 2 SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, dibunuh dengan sadis. Yuyun dianiaya, lalu diperkosa oleh 14 orang hingga meninggal dunia.

Para pelaku lalu mengikat dan membuang tubuh korban ke jurang sedalam 5 meter dan menutupinya dengan dedaunan dalam kondisi telanjang. Hasil visum menyebutkan Yuyun sudah meninggal saat pemerkosaan berlangsung.

Dua dari 14 orang itu adalah kakak kelas Yuyun di sekolah.

Kasus pembunuhan Yuyun merupakan satu dari sekian banyak pembunuhan sadis yang terjadi sepanjang tahun 2016. Rata-rata, pembunuhan sadis itu dilakukan oleh orang dekat.

Berikut 6 pembunuhan paling sadis yang terjadi sepanjang tahun 2016:

1. Kisah Tragis Bocah Yuyun

 

Aktivis menggelar aksi solidaritas untuk Yuyun disela car free day di Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/5). Pada kegiatan itu, pengunjung menandatangani spanduk sebagai bentuk kekecewaan atas kekerasan seksual yang menimpa Yuyun. (Liputan6.com/Faizal Fanani)


Kala itu, Yuyun baru pulang dari sekolah pada Sabtu, 2 April 2016 sekitar pukul 13.30 WIB. Ia pulang dengan membawa alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci sebagai persiapan upacara bendera Senin.

Dalam perjalanan menuju rumah di Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu sejauh 1,5 km itu, Yuyun melewati kebun karet milik warga. Ia tak sengaja berpapasan dengan 14 orang yang kemudian memerkosa dan membunuhnya.

Ke-14 orang itu bernama Dedi Indra Muda (19), Tomi Wijaya (19), DA (17), Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal (23), Febriansyah Syahputra (18), Sulaiman (18), AI (18), EK (16) dan SU (16).

Dua nama terakhir adalah kakak kelas korban. Salah satunya bernama EK sudah keluar dan tidak bersekolah lagi di SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding, sedangkan dua nama lain, yaitu BE dan CH, masih diburu polisi.

Para pelaku yang melihat Yuyun langsung mencegat dan menyekap Yuyun. Kepala Yuyun dipukuli kayu, kaki dan tangannya diikat, leher dicekik, kemudian dicabuli secara bergiliran.

"Bahkan ada pelaku yang mengulang perbuatan hingga dua dan tiga kali," ujar Koordinator Divisi Pelayanan Perempuan WCC Desi Wahyuni, beberapa waktu lalu.

Para pelaku lalu mengikat dan membuang tubuh korban ke jurang sedalam 5 meter dan menutupinya dengan dedaunan dalam kondisi telanjang. Hasil visum menyebutkan Yuyun sudah meninggal saat pemerkosaan berlangsung.

Pada Minggu, 3 April, kedua orangtua korban pulang dari ladang dan langsung bergabung dengan warga melakukan pencarian. Hingga malam hari, korban belum ditemukan. Malam itu juga, keluarga bersama warga menggelar yasinan di rumah orangtua siswi kelas VIII itu.

Pada Senin, 4 April, pukul 13.00 WIB, mayat korban ditemukan pertama kali oleh DA (45) dalam kondisi telanjang, tertutup daun pakis. Posisi badan menelungkup dan tangan terikat tali dari atas hingga ke bawah paha. Saat ditemukan, terdapat lebam bekas pukulan pada muka dan tanda kekerasan pada kemaluan korban.

Enam hari berselang, polisi akhirnya menangkap dan mengamankan Dedi Indra Muda, Tomi Wijaya dan DA. Keesokan harinya, polisi menangkap sembilan pelaku lain, termasuk dua kakak kelas sekaligus tetangga korban.

Dalam persidangan yang berlangsung pada 10 Mei 2016, majelis hakim yang diketuai Heny Faridha itu menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 tahun kepada tujuh terdakwa kasus kejahatan seksual itu.

Ketujuh orang itu AL, SL, FS, EK, SU, DE dan DH.

Lima orang terdakwa kategori dewasa terdiri atas Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal alias Bos (23) dan Tomi Wijaya (19) didakwa dengan pasal berlapis melakukan pelanggaran Pasal 79 huruf c, Pasal 80 ayat 3 dan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan pelanggaran Pasal 340 KUHP.

Mereka diancam setinggi-tingginya hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup atau kurungan selama 20 tahun penjara.

Sementara otak pembunuhan bernama Zainal dituntut hukuman mati.

2. Kematian Tragis Nuri, Ibu Hamil Dimutilasi di Tangerang

 

Korban mutilasi di Tangerang, Nur Astiyah bin Jaya alias Nuri Semaya.

Nur Astiyah (34), perempuan yang sedang hamil 7 bulan menjadi korban mutilasi dalam kamar kontrakannya di Telagasari, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten.

Kusmayadi alias Agus, warga Kampung Jambu RT02/02 Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah pria di balik tindakan sadis tersebut. Perempuan yang karib disapa Nuri itu, dan Agus bekerja pada sebuah restoran rumah Padang yang sama, di mana Agus menjadi kepala rumah makan dan Nuri kasirnya. Keduanya memiliki hubungan lebih dari sekadar teman.

"Dari rumah makan tersebut mereka bertemu, lalu memungkinkan adanya komunikasi dan ada hubungan tertentu, bukan hanya teman," tutur Kapolres Tangerang Komisaris Besar Irman Sugema.

Keduanya mulai tinggal satu rumah sejak Agustus 2015 di Jalan Haji Malik, dekat Pasar Cikupa, tepatnya di Kampung Telaga Sari.

Sebulan hidup bersama, Nuri rupanya sudah berbadan dua. Dia mengandung anak Agus. Sejak saat itu, cekcok antara keduanya kerap terjadi. Nuri menuntut kejelasan status hubungan kepada Agus. Juga jatah uang selama mereka hidup satu atap.

Puncaknya adalah di pekan kedua April. Agus mulai terpikir untuk menghabisi nyawa Nuri. Dia bertanya pada dua anak buahnya di Rumah Makan Gumarang terkait rencana pembunuhan. Hingga kemudian Nuri dibunuh dan dimutilasi.

Agus memotong jasad Nuri untuk menyamarkan tindakan kejinya. Ia kemudian memotong tangan kanan dari lengan bahu, tangan kiri, pangkal paha kanan, hingga kaki kiri lalu dibungkus dengan sebuah plastik besar. Agus menggunakan golok dan gergaji yang dibuang bersamaan dengan potongan kaki Nuri.

Agus ditangkap polisi saat mengunjungi temannya, karyawan Rumah Makan (RM) Padang Selera Bundo di Jalan Masrip Nomor 9-11, Karang Tilang, Surabaya, Jawa Timur, Rabu 20 April 2016.

Wakapolresta Tangerang AKBP Mukti Juharsa menegaskan, tindakan Agus termasuk ke dalam kategori pembunuhan berencana karena sebelum membunuh Nuri, Agus sempat menanyakan apakah pembunuhan termasuk dosa atau tidak kepada Valen dan Erik, salah satu pegawai di rumah makan Gumarang, tempar Nuri dulu bekerja.

"Pelaku dijerat pasal 340 subsider 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dan pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati," tambah Mukti.

Kepada Erik yang membantu menyembunyikan mayat, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti menjeratnya dengan Pasal 181 KUHP tentang Tindak Pidana Menyembunyikan Mayat.

3. Kisah Enno Parihah, Perempuan yang Dibunuh dengan Cangkul

 

Mensos Khofifah ziarah ke makam Enno Parihah korban pembunuhan dengan gagang cangkul. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)


Jenazah Enno Parihah ditemukan mengenaskan di kamar mess pabrik plastik PT Polyta Global Mandiri, Kampung Jatimuliya, RT 01 RW 04, Desa Jatimuliya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat 13 Mei 2016.

Tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Metro Tangerang Kota, akhirnya meringkus tiga pelaku pembunuhan sadis menggunakan gagang cangkul terhadap gadis 18 tahun itu. Mereka yakni RAL atau RAH alias A, RAR alias Arif, dan IH alias Imam.

Ketiga pelaku baru saling mengenal. Mereka baru bertemu sesaat sebelum membunuh Enno di luar mess. Motif pembunuhan ini diduga karena kesal lantaran perasaan asmara mereka tak mendapatkan respons baik dari Enno Parihah.

Berdasarkan hasil visum RSUD Tangerang, Enno mengalami luka luar dan dalam yang cukup parah. Luka tersebut semuanya diakibatkan penganiayaan ketiga pelaku hingga korban meninggal.

"Pemeriksaan luar, ditemukan luka terbuka pada pipi kanan, luka lecet pada pipi kanan, memar pada bibir atas dan bawah, dan luka lecet pada leher," beber Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti saat mengungkap kasus ini di kantornya, Jakarta, Selasa 17 Mei 2016.

Korban juga mengalami luka terbuka dan pendarahan luar biasa akibat ditusuk menggunakan gagang cangkul. Sedangkan dada korban mengalami luka lecet dan memar akibat gigitan pelaku.

Luka dalam yang dialami korban jauh lebih tragis akibat kekejian para pelaku. Tim medis menemukan patah tulang pipi kanan, rahang kanan, serta luka terbuka yang menembus lapisan penutup rongga panggul.

"Juga robeknya hati sampai belakang bawah menembus ke atas dekat rongga dada kanan, robeknya paru-paru kanan bagian atas sampai bawah, pendarahan pada rongga dada 200 cc, dan rongga perut 300 cc," ungkap Krishna.

Sementara itu, di antara 3 pembunuh Enno, hanya satu terdakwa yaitu RAL (16) yang telah disidang dan divonis. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memvonis RAL (16), pembunuh Enno Parihah (18) dengan cangkul, memvonis 10 tahun penjara.

Dalam persidangan yang menghadirkan saksi mahkota, yaitu Rahmat Arifin (24), mengaku tidak mengenal RAL. Dia menyebut RAL tidak di lokasi kejadian saat peristiwa pembunuhan sadistis tersebut berlangsung. Bahkan, dia menyebut remaja tanggung tersebut tidak ada di lokasi kejadian.

Namun tak berselang lama, terungkap fakta bahwa keterangan kedua saksi mahkota di persidangan itu bohong. Hal itu terungkap setelah salah satu tersangka, yakni Arifin, mengakui kebohongannya melalui surat pernyataan bermaterai yang ditulis di hadapan penyidik.

"Ini ada surat pernyataannya kalau dia berbohong, ada materainya, didampingi pengacaranya, dia menyesal," ujar Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Budi Hermanto, Jakarta, Kamis 9 Juni 2016.

4. Pembunuhan Sadis Bocah dalam Kardus

 

Tersangka Agus Dermawan saat bersiap mengendarai motor untuk membawa mayat korban di dalam kardus, Jakarta, Selasa (20/10/2015). Proses rekonstruksi pembunuhan bocah dalam kardus  menjadi tontonan warga sekitar. (Liputan6.com/Gempur M Surya)


"Duduk dulu neng di sini," panggil A kepada bocah F yang melintas di depan warungnya, 50 meter dari SDN 05 Pagi Kalideres, Jakarta Barat, tempat F sekolah, Jumat 2 Oktober lalu.

Tak lama kemudian, F pun masuk. Di dalam warung A tiba-tiba membekap mulut F dengan kaos kaki dan mengikatnya dengan kabel charger handphone. A kemudian membuka paksa pakaian korban dan mencabuli F yang membuat alat vitalnya berdarah.

Selanjutnya, A menjerat leher korban menggunakan kabel listrik hingga meninggal. Kemudian kaki bocah 9 tahun itu dilakban dan mayatnya dibungkus kardus beserta jilbab warna putih.

Jasad bocah F ditemukan terbujur kaku dengan posisi badan tertekuk di dalam sebuah kardus di gang pinggir Jalan Sahabat Kampung Belakang, Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, Jumat 2 Oktober malam.

Kronologi pembunuhan bocah F oleh A dibeberkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Jakarta, Sabtu 10 Oktober 2015.

Khrisna mengatakan, penemuan jenazah dipastikan setelah azan magrib pada Jumat 2 Oktober. Penyidik menemukan lebih dari 2 alat bukti. Alat bukti yang ditemukan dikuatkan dengan hasil tes DNA tersangka A yang identik.

"DNA pada kaus kaki milik korban yang ditemukan di TKP pembuangan mayat identik dengan DNA tersangka. Kedua, spot darah yang ditemukan pada kasur tersangka identik dengan DNA korban," kata Khrisna.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Agus Darmawan dengan hukuman mati.

Hakim Hanry Hangky mengatakan, terdakwa Agus telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan sekaligus pencabulan terhadap bocah sembilan tahun itu.

Agus melanggar Pasal 340 KUHP subsider 338, dan kedua Pasal 76 D jo Pasal 81 ayat 1 UU No 35 Tahun 2014.

"Karena telah bersalah, terdakwa harus diberikan hukuman yang setimpal atas dirinya," ujar Hanry di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

5. Polisi Mutilasi 2 Anak Kandung

 

Rumah polisi pemutilasi anak digaris polisi. (Liputan6.com/Raden AMP)


Brigadir Petrus Bakus, polisi anggota Sat Intelkam Polres Melawi, Kalimantan Barat, membunuh dua anak kandungnya pada Jumat dinihari, 26 Februari 2016, pukul 00.15 WIB.

Polisi berpangkat brigadir itu juga memutilasi kaki-tangan anaknya, F serta A yang berusia lima dan tiga tahun.

Perbuatannya diketahui sang istri, W. Saat itu, W terbangun karena pelaku mendatanginya. W kaget karena Petrus membawa parang. Pelaku kemudian berkata, "Mereka baik, mereka mengerti, mereka pasrah. Maafkan Papa ya, Dik."

Petrus Bakus mengaku mendengar bisikan yang memerintahkannya untuk berbuat keji pada kedua anak kandungnya.

"Dia menganggap apa yang dilakukannya itu perintah dari Tuhan. Dia mendapat bisikan untuk melakukan itu semua. Jadi dia merasa sadar dan tidak menyesal. Anaknya pun ikhlas katanya. Tersenyum saat dibunuh dan dia tenang," kata Kapolda Kalbar Brigadir Jenderal Polisi Arief Sulistyanto di Pontianak, Jumat, 26 Februari 2016.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, AKBP Supriadi, menyatakan berdasarkan hasil prarekonstruksi, Bakus membunuh kedua anaknya terlebih dulu sebelum dimutilasi. Hal itu sesuai dengan keterangan Bakus.

Supriadi mengungkapkan parang yang digunakan untuk membunuh dibeli Bakus tiga hari sebelum pembunuhan, yaitu Selasa, 23 Februari 2016. Namun, dalam pemeriksaan, Bakus mengaku parang itu akan digunakan untuk membersihkan halaman belakang rumah.

6. Mutmainah, Ibu Sadis Pemutilasi Bayi Sendiri

 

Mutmainah diduga memutilasi anak kandungnya yang berusia 1 tahun dan melukai anak pertamanya di kontrakannya di Cengkareng, Jakarta Barat.


Mutmaimah berdalih hanya memotong boneka kayu di hadapannya. Dia heran bayinya, Arjuna malah meninggal. Dia merasa tak membunuh atau memutilasinya.

"Saya cuma motong boneka kayu warna kuning, eh... Arjuna mati," ujar Muhammad Wahidin menirukan ucapan adik kandungnya, Mutmainah, di Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu 5 Oktober 2016.

Ibu muda yang kerap disapa Iin itu kemudian dirawat di RS Polri Kramatjati untuk menjalani pemeriksaan kejiwaan, setelah membunuh dan memutilasi bayinya yang berusia satu tahun, Arjuna.

Muhammad Wahidin atau biasa dipanggil Wahid menceritakan, adiknya kini telah berubah menjadi aneh. Ia sedikit tak sadarkan diri. Wahid mendampingi Iin sejak ia ditemukan tanpa busana di kontrakannya hingga dirawat di RS Kramat Jati.

Wahid menerangkan, selama dua bulan ke belakang, adiknya sering berbicara ngawur.

Di lain kesempatan, istri anggota Provost Polda Metro Jaya Aipda Denny Siregar itu membuat pengakuan berbeda. Dia mengatakan alasannya memutilasi anaknya karena ada bisikan-bisikan aneh di telinganya.

"Dia dapat bisikan dari pocong yang ada di rumah kontrakannya, katanya disuruh ngasah pisau di pantatnya ulekan. Dia enggak tahu pas gituin (memutilasi) Arjuna, sampai enggak sadar kalau dia sudah enggak pakai baju," kata Wahid.

Di kesempatan lainnya, saat ditanya polisi di RS Kramajati, Iin memberikan jawaban berbeda. Ia mengaku tengah menuntut ilmu hitam, sehingga potongan tubuh bayinya merupakan prasyarat yang harus ia penuhi.

"Pas direkam sama polwan, dianya (Mutmainah) jawab, sengaja gituin (memutilasi) Arjuna karena lagi pelajarin ilmu hitam," kata Wahid.

Dalam pengakuannya di RS Kramajati, Mutmainah merasa tak selesai dalam ritualnya. Semua potongan tubuh belum lengkap, ia gagal memenuhi syarat ilmu hitam itu.

Sebelum semua bagian itu termutilasi, Arjuna meninggal dunia. Iin tak sempat memutilasi lidah Arjuna. "Enggak lengkap, karena itu Arjuna mati dan dia gagal, kata Iin," terang Wahid.

Bagian tubuh itu kemudian diletakkan di piring sebagai sesajen. Tujuannya, agar salah satu kakak Iin yang tunarungu dapat sembuh.

Hal ini juga disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan. Iin diduga tengah mendalami ilmu tertentu sejak dua tahun lalu.

"Memang suaminya sering juga diajak berantemlah dengan yang bersangkutan. Itu yang kita sayangkan kenapa bisa terjadi. Yang jelas hasil pemeriksaan yang kita periksa demikian," tutur Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa Oktober 2016.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya