Liputan6.com, Jakarta - Merebaknya informasi di era digital rupanya tidak selalu positif. Bila tidak hati-hati dan awas dalam mengkonfirmasi informasi yang diterima, kabar bohong atau hoax akan ditelan mentah-mentah. Dampaknya, mengancam perpecahan bangsa dan keberagaman.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto mengatakan, media sosial saat ini adalah sarana ampuh dalam penyebaran dan pembentukan opini publik.
Baca Juga
"Saat ini sekitar 130 juta-an penduduk Indonesia, termasuk prajurit TNI memanfaatkannya," kata Wuryanto, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (31/12/2016).
Advertisement
"Media sosial menjadi medan pertempuran untuk mencapai tujuan, karena media sosial merupakan media yang sangat efektif, mudah, murah, cepat dan cakupannya sangat luas," mantan Kasdam III Siliwangi ini melanjutkan.
Dalam pemantauan pihak TNI, tidak sedikit ditemukan informasi-informasi bohong di media sosial.
"Ternyata lebih banyak ditemukan berita-berita bohong yang berisi fitnah, adu domba, provokasi dan berita-berita lain yang merugikan," kata Wuryanto.
Tidak sedikit pula berita bohong tersebut menyeret dan merugikan nama besar TNI. Dia mencontohkan kabar dukungan kepada Panglima TNI untuk Menjadi Presiden RI, isu makar yang dilakukan oleh Purnawirawan TNI yang ditayangkan Dragon TV yang diilustrasikan seperti peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965, isu ceramah Panglima TNI pada acara Maulid Nabi di Petamburan, isu Keberpihakan TNI kepada rakyat bertujuan makar, rumor jabatan Panglima TNI akan dicopot, kuda troya Jokowi dan Gatot Nurmantyo.
"Juga isu Panglima TNI minta sumbangan untuk Korban Aceh," Wuryanto membeberkan.
Tidak hanya institusi, kabar bohong dengan akun media sosial anonim juga merugikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Catatan pihaknya, ada 26 akun Facebook yang mengatasnamakan Jenderal Gatot Nurmantyo. "Semuanya sangat merugikan institusi dan pribadi Jenderal TNI Gatot Nurmantyo," kata Wuryanto.
Dia mengatakan, guna membendung kabar-kabar bohong yang dapat menyebabkan perpecahan dan mengancam kebhinekaan, perlu kedewasaan dan pembelajaran agar tidak mudah menerima informasi tersebut.
"Harus cek kepada yang berwenang dan jangan mudah untuk menyebarkan kembali berita-berita tersebut," imbau Wuryanto.
"Kita harus menguasai teknologi informasi dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan bangsa. Gunakan teknologi informasi dengan tujuan yang jelas, jangan dikalahkan teknologi, tetapi jadilah tuan atas teknologi," kata Wuryanto.