Liputan6.com, Jakarta - Bupati Klaten, Jawa Tengah Sri Hartini (SHT) terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). SHT ditangkap bersama tujuh orang lainnya terkait kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, ada yang menarik dalam pengungkapan kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten ini. Para pelaku memiliki kode khusus untuk melakukan kejahatan tersebut.
"Dalam penelusuran laporan masyarakat ada yang menarik karena diperoleh istilah kode uang itu adalah 'uang syukuran' yang terkait indikasi pemberian suap untuk mendapatkan posisi-posisi tertentu di kabupaten," ujar Laode di Kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12/2016).
Advertisement
Sementara itu, Laode menyebutkan tim penyidik KPK telah mengamankan uang senilai Rp 2 miliar dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang dimasukkan ke dalam dua kardus air kemasan. Penyidik juga mengamankan uang US$5.700 dan dolar SGD 2.035.
"Dari mana asalnya, sudah ada dalam catatan yang dikumpulkan penyidik. Yang lainnya tergantung dari hasil pengembangan yang dikerjakan secara intensif," Laode menandaskan.
Sebanyak delapan orang diamankan dalam OTT terkait dugaan suap mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Jumat 30 Desember 2016. Mereka adalah SHT (Bupati Klaten), SUL (PNS), NP (PNS), BT (PNS), SLT (PNS), PW (honorer), SKN (swasta), dan SNS (swasta).
Namun hanya SHT dan SUL yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara enam lainnya masih diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap ini.
Atas perbuatannya, Bupati Klaten dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Suramlan selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.