Liputan6.com, Jakarta - Terbakarnya Kapal Zahro Expres jurusan Muara Angke-Pulau Tidung membuat publik terhenyak. Sebanyak 23 orang tewas, puluhan luka-luka, dan belasan penumpang lain hilang. Banyaknya korban jiwa dituturkan korban yang selamat sebagai akibat dari tidak tersedianya pelampung serta jumlah penumpang melebihi kuota maksimum.
Pantauan Liputan6.com di Muara Angke, Jakarta Utara pukul 07.00 WIB dan pukul 13.00 WIB di dermaga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu petugas kapal kini memperketat pendataan sebelum berangkat. Petugas juga menolak menerapkan prosedur yang di luar aturan.
"Sekarang ketat, Mas. Sebelum kita berangkat diperiksa satu-satu sama petugas Dishub. Datanya harus masuk dulu, mereka turun lihat langsung, pas cocok baru bisa jalan. Makanya jadi lama gini," kata Basuri (45), petugas kapal Muara Angke, Jumat (6/1/2017).
Advertisement
Tak sedikit penumpang yang warga asli pulau, yang sering pulang pergi pun mengeluh. Mereka berpendapat menjalani prosedur itu hanya menghabiskan waktu.
"Lama kayak gini, biasanya mah saya masuk-masuk aja. Duduk dan berangkat, sekarang didata dulu, cocok nggak datanya. Ribet deh," papar warga Kepulauan Seribu bernama Anton.
Namun, pendapat lain dikemukakan Rajif, warga asli pulau yang bestatus mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur. Dia mengatakan, mengikuti prosedur adalah langkah terbaik.
"Saya tidak keberatan nunggu lama, asal jelas. Dulu memang lebih cepat tapi kecelakaan kemarin kan itu juga terkait lalainya pendataan yang tak sesuai," ujar dia.
Musibah yang menimpa KM Zahro Expres langsung berdampak pada kapal angkutan sejenis. Kini, tiap kapal sejenis Zahro wajib dilengkapi prosedur keselamatan seperti life jacket. Tiap penumpang mengenakan pelampung untuk berjaga-jaga.