Kala Juru Parkir Semangat Lestarikan Budaya Sunda Lewat Pekerjaan

Semangat syiarnya luar biasa, kendati pakaian yang melekat di tubuhnya yang kurus itu harus mengeluarkan biaya yang tak tidak sedikit.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 22 Jan 2017, 08:07 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2017, 08:07 WIB

Liputan6.com, Jakarta Matahari mulai terbenam, kendaraan berlalu-lalang melintasi Jalan Raya Kartini, Pancoran Mas, Depok. Sayup-sayup nampak seseorang bergaya nyentrik mengenakan pakaian khas adat Sunda yang biasa dikenal Pangsi. Lengkap dengan peluit yang diapit di bibirnya, dia asyik menata kendaraan yang hendak melipir di area sebuah toko roti.

Pria itu bernama Mulyadi. Di bawah langit yang senja, ia berbicang-bincang mengenai profesinya yang digelutinya selama hampir delapan tahun. Ada sesuatu yang menarik dari pria berusia 36 tahun ini.

Beberapa tahun belakangan, Mulyadi menjalani hari-harinya sebagai juru parkir dengan berpenampilan seperti tokoh Drama Kolosal. Dia melakukan ini tak lain ingin memperkenalkan budaya Indonesia yang tak lagi kental di kalangan masyarakat.

“Ini menjadi pakaian wajib bagi saya. Biar orang Depok inget pakaian adatnya, soalnya sekarang orang depok budayanya sudah kebarat-baratan,” ucap pria berambut panjang itu kepada Liputan6.com, Depok, Rabu 18 Januari 2017.

Semangat syiarnya luar biasa, kendati pakaian yang melekat di tubuhnya yang kurus itu harus mengeluarkan biaya yang tak tidak sedikit. Mulyadi harus merogoh kocek Rp 300 ribu guna menjahit satu setel pangsi.

“Saya dirumah ada 5 setel pangsi. Warna bermacam-macam ada merah, biru, putih, ijo, dan hitam. Ngumpulinnya pelan-pelan,” tutur mantan Satpam bank itu.

Tak sia-sia, gaya berpakaian Mulyadi mendapatkan respons positif dari masyrakat. Mulyadi banjir pujian dari para pengguna jalan yang melongok saat bersanding di kursi panjang menunggu kendaraan yang datang.

“Banyak yang bilang bagus, seumur-umur baru liat tukang parkir pakai baju seperti ini. Tapi lucunya saya pernah dibilang mirip Dimas kanjeng, Agak sewot juga. Tapi gimana ya, terima aja,” ujar Mulyadi

Tangan Mulyadi selalu terampil mengatur alat angkut manusia yang keluar masuk tempat parkir, hingga waktu yang terbilang larut malam. Terkadang, rasa lelah muncul, Namun, Mulyadi tak menghiraukan rasa itu karena ingat sang wanita yang dinikahinya sejak tiga tahun lalu yang menanti sesuap nasi hasil jerih payahnya.

“Saya kerja mulai pukul 17.00 WIB hingga 22.00 WIB. Sehari paling kecil bisa mengantongi Rp 40 ribu. Walaupun sebenarnya pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari bersama istri yang tengah hamil 4 bulan, tapi saya tetap besyukur,” tutur pria berzodiak Taurus itu.

Gaya berpakaian Mulyadi patut dicontoh, di saat sebagian masyarakat melupakan pakaian adat atau mengenakan pakaian adat hanya dalam kegiatan formil. Mulyadi malah menunjukan bahwa pakaian adat bisa digunakan saat bekerja.

"Jangan giliran budaya diambil sama orang baru berkoar-koar contohnya kaya batik. Dulu batik belum tenar, pas diambil sama orang luar baru demo," Mulyadi mengakhiri perbincangannya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya