Hanura Tolak Hak Angket Demokrat soal Dugaan Penyadapan SBY

Alangkah lebih baik apabila permasalahan pribadi antara Ahok, SBY, dan Ma'ruf Amin soal penyadapan ini dilokalisasi sebagai ke hukum.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 04 Feb 2017, 08:02 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2017, 08:02 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan keterangan pers terkait penyadapan dirinya, Jakarta, Rabu (1/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Fraksi Partai Hanura di DPR Dadang Rusdiana menegaskan pihaknya menolak soal hak angket yang diajukan Partai Demokrat untuk mengusut kasus dugaan penyadapan terhadap mantan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

"Kita tolak dengan tegas. Saya lebih sepakat apabila persoalan ini diselesaikan melalui proses hukum, jadi tentunya kepolisian bisa menindaklanjuti dugaan ini agar semua menjadi jelas," ucap Dadang kepada Liputan6.com, di Jakarta, Sabtu (4/2/2017).

Dugaan penyadapan ini muncul dalam sidang kedelapan kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menjadi saksi pada Selasa 31 Januari.

Saat itu, Ahok dan kuasa hukumnya mengaku mengetahui adanya komunikasi antara SBY dengan Ma'ruf pada 7 Oktober 2016 atau 4 hari sebelum fatwa MUI keluar 11 Oktober 2016.

Menurut Dadang, dugaan adanya penyadapan yang dimaksud Ahok dan tim kuasa hukumnya hanyalah didapat dari informasi biasa.

"Kalau ini menjadi hak angket, maka persoalannya melebar menjadi persoalan politik, yang tentunya akan membuat kegaduhan baru. Apalagi ini terkait dengan konflik kepentingan Demokrat karena Agus adalah calon gubernur DKI usungan Demokrat bahkan putra langsung dari Ketua Umum Demokrat. Jadi jangan kan bisa membuat persoalan menjadi terang, maka yang terjadi adalah keributan-keributan politik yang akan menguras energi," papar dia.

Dadang menambahkan, alangkah lebih baik apabila permasalahan pribadi antara Ahok, SBY, dan Ma'ruf Amin soal penyadapan ini dilokalisasi sebagai persoalan hukum di sekitar persidangan kasus dugaan penistaan agama.

"Alangkah lebih baik masalah yang bersifat persoalan pribadi Ahok dengan Pak SBY dan Pak Ma'ruf Amin dalam masalah penyadapan kita lokalisir sebagai persoalan hukum di sekitar persidangan dugaan penodaan agama, jangan ditarik menjadi persoalan besar dan nasional, sehingga diperlukan hak angket," imbuh dia.

Sebab, menurutnya, tidak ada unsur kegentingan menarik masalah dugaan penyadapan terhadap SBY ke dalam politik di DPR, khususnya hak angket. Sebab, dugaan tersebut bukan masalah strategis yang berdampak nasional.

"Ini hanya persoalan pribadi Pak Ahok dengan Pak SBY yang bisa diselesaikan dengan proses hukum," ujar dia.

Jadi, lanjut Dadang, hak angket ini hanyalah membuang-buang energi saja. Namun, dirinya mempersilakan kalau memang ada yang mau mengajukan hak angket lintas fraksi di DPR.

"Silakan, itu hak anggota untuk mengajukan hak angket (Dugaan penyadapan SBY), tapi saya kira tidak laku. Rakyat semakin cerdas mana yang termasuk persoalan bangsa, mana masalah pribadi. Masa masalah pribadi masuk hak angket," ungkap dia.

Dadang menegaskan, persoalan Indonesia tidak hanya fokus pada Jakarta semata. Ia pun meminta agar permasalahan ini tidak diperluas lagi.

"Memangnya Indonesia itu hanya Jakarta? Janganlah masalah Jakarta selalu diperluas menjadi masalah nasional karena dikipas-kipasin," tegas Dadang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya