Liputan6.com, Jakarta - Salah satu pengacara AKBP Brotoseno menyebutkan uang Rp 1,9 miliar bukanlah uang yang seperti selama ini didugakan kepada kliennya, yakni suap. Ia mengaku uang tersebut untuk pengobatan orang tua Brotoseno.
Ia menjelaskan, uang tersebut diterima Brotoseno dari Lexi Mailowa. Uang itu didapat Brotoseno dari salah satu pengacaranya, yakni Harris Arthur Hedar.
"Uang itu gini, Lexi (perantara pemberi uang) sama Broto kan berteman baik. Jadi beliau (Brotoseno) mengatakan orang tuanya sakit, lalu Lexi kasih bantuan," beber Misbahuddin usai sidang, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2017).
Advertisement
Sebelumnya dikabarkan, uang yang diduga suap itu terkait pengaturan jadwal pemeriksaan terhadap saksi Dahlan Iskan dalam kasus proyek cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.
"Disebutkan ada permintaan untuk menunda, dia (Brotoseno) tidak pernah menunda proses (pemanggilan). Dia tidak terpengaruh dengan pinjaman dari Lexi. Setelah dipinjamkan pun pemanggilan masih sesuai prosedur. Jadi uang itu murni untuk membantu orang tunya yang sakit," kilah Misbahuddin.
Terakhir, ia menjelaskan uang diberikan kepada Brotoseno dan kasus Cetak Sawah adalah dua hal berbeda. "Tidak pernah ada proses itu (penundaan), apabila temennya kasih duit itu ya enggak ada urusan. Jadi ini (uang) di luar dari kasus," ucap dia.
Sidang dipimpin Baslin Sinaga dengan anggota Mas'ud dan Ugo. Sidang yang dilanjutkan Senin, 20 Februari mendatang itu, beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), yakni Cahyono dan Togi Hutahayan, penyidik pembantu subdit 5 Tipikor Bareskrim Mabes Polri.
Kasus ini diungkap tim Saber Pungli Mabes Polri pada pertengahan November 2016. Polisi menangkap AKBP Brotoseno dan seorang perwira polisi berinisial D berpangkat Komisaris di Jakarta, setelah menerima suap senilai Rp 1,9 miliar dari pengacara HR dan LM. Keempat orang itu kini berstatus tersangka.
Suap itu diduga terkait penanganan kasus dugaan korupsi proyek cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat. Kasus ini ditangani Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, yang kebetulan dikomandani AKBP Brotoseno.
Nama Dahlan muncul dalam kasus suap tersebut, karena proyek cetak sawah digarap ketika dia menjabat sebagai Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).