Jawaban Antasari atas Permintaan Cikeas Tidak Tahan Aulia Pohan

Mendengar permintaan Hary Tanoe, Antasari langsung menolaknya. Menurut dia, penahanan Aulia Pohan sudah sesuai prosedur (SOP) KPK.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Feb 2017, 16:31 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2017, 16:31 WIB
Antasari Azhar
Antasari Azhar

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar mendatangi Bareskrim Polri, di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, hari ini. Pada kesempatan itu, Antasari membeberkan terkait kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, yang menjeratnya.

Antasari mengungkapkan, ada permintaan dari pengusaha yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesoedibjo, untuk tidak menahan besan SBY, Aulia Pohan terkait kasus korupsi di Bang Indonesia (BI). Antasari menyebut Hari Tanoe utusan dari Cikeas.

"Hary Tanoesoedibjo. Beliau diutus oleh Cikeas, waktu itu siapa di Cikeas? Nah itu. (Hary Tanoe) datang ke rumah saya minta jangan menahan Aulia Pohan," kata Antasasi di Bareskrim Polri, Selasa (14/2/2017).

Mendengar permintaan Hary Tanoe, Antasari langsung menolaknya. Menurut dia, penahanan Aulia Pohan sudah sesuai prosedur (SOP) KPK. Menurut dia, dalam pertemuan di rumah Antasari pada Maret 2009 itu, Hary Tanoe sebut mendapatkan misi.

"(Hary Tanoe bicara) 'saya bawa misi pak'. Saya diperintah dari sana (Cikeas) untuk menemui bapak. Saya bilang 'tidak bisa, sudah ada SOP-nya untuk tetapkan tersangka ditahan'," beber Antasari.

KPK di bawah pimpinan Antasari Azhar menetapkan mantan anggota Dewan Gubernur BI Aulia Pohan sebagai tersangka kasus penyelewengan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), pada Oktober 2008.

Besan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu divonis bersalah pada 2009 oleh Pengadilan Tipikor dengan hukum 4,6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, di tingkat kasasi, Aulia Pohan mendapatkan pengurangan hukuman dari Mahkamah Agung menjadi 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Maret 2010. Akumulasi remisi membuat Aulia dan rekan-rekannya bebas pada Agustus 2010.

Bantahan Demokrat

Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukrianto menilai tudingan itu tidak mendasar. Dia mengatakan logika Antasari telah dipatahkan oleh putusan hukum dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung.

"Sungguh tidak mendasar apa yang disampaikan oleh Antasari terkait ocehan kriminalisasi terhadap dirinya. Logika kriminalisasi terhadap dirinya mutlak terpatahkan dengan proses serta keputusan hukumnya, di mana mulai pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi dan juga peninjauan kembali, keputusannya saling menguatkan," tulis Didik dalam pesan singkat kepada Liputan6.com.

Menurut dia, opini yang dibangun Antasari soal kriminalisasi berbanding terbalik dengan putusan pengadilan.

"Antasari Azhar tentu paham dan tahu bahwa hukum dan kekuasaan yudikatif adalah independen dan tidak boleh diintervensi dan diinviltrasi oleh kekuatan manapun. Tentu tuduhan kriminalisasi tersebut bisa dianggap sebagai pelecehan serius terhadap konstitusi dan hukum serta segenap lembaga yudikatif yang Independen dan bebas dari intervensi," Didik menjelaskan.

Liputan6.com juga berusaha menghubungi Ketua Bidang Politik DPP Perindo Arya Sinulingga, melalui telepon maupun pesan pendek. Tapi hingga berita ini naik Arya belum merespons.

* Saksikan quick count Pilkada DKI Jakarta 2017 pada 15 Februari 2017

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya