Pengacara Korban Pandawa Akan Laporkan Dokter Pemalsu SPK

Diduga, dokter tersebut telah memalsukan surat perjanjian kerja (SPK) antara nasabah dengan Koperasi Pandawa terkait investasi.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 05 Mar 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2017, 12:00 WIB
Koperasi Pandawa
Koperasi Pandawa

Liputan6.com, Jakarta - Koto Sitorus, pengacara ratusan nasabah investasi bodong Koperasi Pandawa Mandiri Group, akan melaporkan seorang dokter. Diduga, dokter tersebut telah memalsukan surat perjanjian kerja (SPK) antara nasabah dengan Pandawa Group terkait investasi yang telah merugikan ribuan orang ini. 

"Ada satu lagi dokter, indikasi (level) diamond yang memalsukan surat perjanjian SPK Pandawa," ujar Koto kepada wartawan, Jakarta, Minggu (5/3/2017).

Koto menuturkan, hingga saat ini dokter tersebut belum ditangkap polisi terkait kasus investasi bodong Koperasi Pandawa. Apalagi belum ada yang melaporkan dokter itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

"Belum ditangkap karena belum ada laporan juga ke Polda. Ini dokter gigi, di daerah Melawai," kata dia.

Karena itu, pihaknya berencana melaporkan dokter tersebut ke Polda Metro Jaya, Senin besok, 6 Maret 2017. Pihaknya berharap, polisi segera menindaklanjuti laporannya dan langsung menangkap dokter yang diduga telah menggelapkan uang nasabah dalam jumlah besar.

"Uang nasabah di dia itu, empat orang saja ada sekitar Rp 6 miliar," terang Koto.

Polisi telah menangkap 14 tersangka dalam kasus investasi bodong Koperasi Pandawa ini. Beberapa di antaranya merupakan leader nasabah level diamond.

Polisi juga telah menangkap pemimpin Koperasi Pandawa, Salman Nuryanto, bersama saudaranya, istri pertama, istri kedua, dan bapak mertuanya. Orang-orang dekat Nuryanto itu diduga terlibat dalam bisnis investasi bodong dan ikut menikmati asetnya.

Dalam kasus ini, polisi juga telah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya adalah uang tunai, belasan mobil dan motor, sertifikat tanah, dan sejumlah rumah di berbagai daerah. Polisi tak menutup kemungkinan jumlah aset yang disita dari kasus ini akan terus bertambah.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 372 KUHP, pasal 378 KUHP, Pasal 46 UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan Pasal 3, 4, 5, 6 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucuian Uang (TPPU). Mereka diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya