Journal: Eman Sulaeman, Kiper Disabilitas Menerjang Batas

Eman Sulaeman adalah atlet disabilitas istimewa dan berprestasi. Kiper tanpa kaki ini bertanding melawan pemain-pemain bertubuh normal.

oleh Riki Dhanu diperbarui 11 Mar 2017, 07:14 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2017, 07:14 WIB
Eman Sulaeman
Eman Sulaeman, Kiper Tanpa Kaki di Pentas Dunia

Liputan6.com, Jakarta Eman Sulaeman adalah contoh atlet penyandang disabilitas penembus batas. Meski menyandang disabilitas, ia berjibaku dan meraih prestasi luar biasa. Eman turut mewakili Indonesia di ajang street soccer Homeless World Cup 2016, dan bertanding melawan atlet-atlet bertubuh normal.

Eman menyambut tim liputan Journal dengan senyum ramah pada akhir Februari 2017. Ia tampak berlutut di depan rumahnya di Desa Maja, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat sore itu ketika kami tiba. Posisi seperti berlutut adalah posisi 'berdiri' bagi Eman.

Ia terlahir dengan disabilitas. Kaki kirinya hanya sampai paha. Kaki kanannya hanya sampai betis, tanpa tungkai dan telapak kaki.

"Bagi sebagian orang, terlahir sebagai disabilitas itu mungkin kekurangan. Buat saya, ini karunia. Saya bersyukur atas kondisi saya. Saya malah termotivasi untuk menunjukkan kemampuan saya meski dengan kondisi kaki seperti ini," ujar Eman.

Melihat Eman berjalan, tampaknya bukan hal gampang. Tapi Eman tetap bisa berjalan, bahkan menaiki tangga, menuju kamar tidurnya di lantai dua rumahnya.

Di kamarnya, selusin piala dan piagam penghargaan tersusun rapi. Eman sudah sohor sebagai atlet futsal dan street soccer di Kabupaten Majalengka dan sekitarnya.

Nama Eman berkibar ketika ia mewakili Indonesia, sebagai penjaga gawang tim nasional Indonesia untuk ajang Street Soccer Homeless World Cup (HWC) 2016 di Glasgow, Skotlandia.

Ia bahkan terpilih sebagai penjaga gawang terbaik di ajang yang diikuti 48 negara itu. Bukan prestasi ecek-ecek.

Hebatnya lagi, laki-laki kelahiran 7 Februari 1988 ini adalah satu-satunya penyandang disabilitas di ajang internasional itu. Bertarung melawan orang-orang bertubuh normal, Eman tak ciut dan menunjukkan kelasnya sebagai penjaga gawang handal.

Eman Berlatih Futsal Bersama Rekan di Majalengka (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Sepak bola menarik minat Eman sejak ia berusia 8 tahun, ketika ia melihat kakak dan teman-temannya gemar dan tampak bahagia ketika berkejaran menendang si kulit bundar. Ia mulai memberanikan diri mencoba bermain sepak bola.

"Awalnya susah banget. Bagaimana caranya menendang bola dengan kaki saya yang seperti ini?" kisahnya. Beberapa temannya pun sempat mengkhawatirkan keterlibatan Eman dalam permainan sepak bola, karena kondisi tubuhnya yang tak lengkap.

Namun Eman menolak diistimewakan atau diremehkan. Ia bahkan tak ambil pusing ketika mulanya menjadi bulan-bulanan dan bahan tertawaan. "Itu justru memotivasi saya. Saya jadi merasa harus membuktikan diri," kata dia.

Eman begitu termotivasi untuk bisa bermain sepak bola sebagaimana teman-teman sebayanya. “Saya ingat ketika sedang bersemangatnya bermain sepak bola di usia 8 tahun. Pada suatu malam saya merengek-rengek ke ibu saya, minta dibelikan bola plastik. Ibu saya sampai keluar malam-malam cari warung yang masih jual bola untuk saya," kenang dia.

Opi Sopyah, ibu kandung Eman adalah sosok yang menurut Eman paling berpengaruh dalam hidupnya. Meski dirinya terlahir tak sempurna, Opi tak pernah membedakan Eman dari kelima anak-anaknya.

Sejak kecil, Eman pun terbiasa untuk tidak diperlakukan istimewa. Hal itulah yang membuatnya tak merasa berkecil hati dengan kondisi tubuhnya.

Ia bersekolah di sekolah normal. Berangkat ke sekolah berjalan kaki dengan caranya sendiri. Bahkan ia mencapai pendidikan di perguruan tinggi dan tetap berusaha bergaul dengan teman-teman bertubuh normal lainnya. Perlakuan 'istimewa' justru tak disukai alumnus Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon ini.

Meski tak memiliki kaki yang utuh, kegilaan Eman bersepak bola tak pernah surut. Gemar sepak bola bukan sekadar permainan semasa kecil yang kemudian diabaikan ketika beranjak dewasa. Sebaliknya, Eman tak pernah berhenti mengasah kemampuan.

Pada tahun 2009, Eman dan tujuh temannya membentuk sebuah tim futsal yang mereka diberi nama Maja Chelsea Futsal. Ia bertugas menjaga gawang. Bersama tim ini, Eman terus mengasah kemampuan.

Tujuh tahun sejak dibentuk, Tim Maja Chelsea Futsal yang dibentuk Eman Sulaeman cs memenangkan banyak kejuaraan, mulai dari tingkat desa hingga kabupaten.

 

Mewakili Indonesia di Ajang Internasional

Eman Sulaeman
Eman Sulaeman, Kiper Tanpa Kaki di Pentas Dunia

Sejak membentuk tim futsal dengan teman sepermainan dan memenangkan banyak kejuaraan, Eman dan teman-temannya selalu bermimpi mewakili Indonesia di ajang internasional. Atau paling tidak, mewakili Jawa Barat di pentas pertandingan nasional pun sudah cukup.

"Dulu kami pernah berandai-andai. Kalau salah satu di antara kami ada yang terpilih mewakili Indonesia, yang lainnya harus mendukung dan mendoakan. Alhamdulillah, orang yang kami andai-andaikan itu malah saya sendiri," kisahnya.

Eman sudah mendengar kabar mengenai pertandingan Homeless World Cup (HWC) sejak 2014. Namun baru tahun 2016 ia memiliki kesempatan untuk mencoba peruntungan.

HWC merupakan kompetisi street soccer internasional yang melibatkan 70 negara. Peserta kompetisi yang sudah digelar sejak tahun 2003 ini adalah mereka yang dianggap 'tersisihkan'.

Komunitas Rumah Cemara, Bandung terpilih untuk menjadi organisasi di Indonesia, yang bertugas mengumpulkan calon pemain, seleksi, hingga mendampingi tim yang berangkat ke negara tempat turnamen digelar. Tahun 2016, Skotlandia jadi tuan rumah.

"Kami mengartikan homeless atau tersisihkan di sini sebagai orang-orang dengan HIV, narkoba, miskin kota, dan penyandang disabilitas," ujar Rijki Kurniawan, koordinator olahraga Komunitas Rumah Cemara, sekaligus manajer Timnas Indonesia di ajang HWC 2016.

Proses seleksi untuk HWC 2016 berlangsung pada 15-17 Maret 2016 di Bandung. Ketika Eman Sulaeman datang mendaftarkan diri, banyak yang tak menyangka. "Saya pribadi mulanya kaget. Karena ini pertandingan sepak bola. Di mana-mana sepak bola butuh yang namanya kaki. Mohon maaf, Eman kan memang penyandang disabilitas," pikir Rijki ketika pertama kali melihat Eman ikut seleksi.

Rijki kemudian harus mengubur pikirannya akan ketidakmampuan Eman ketika proses seleksi dimulai. "Impresif! Dia lolos seleksi. Itu membuktikan dia memang berkualitas. Ketika seleksi, tak ada keistimewaan apa pun buat Eman. Dia mendapat porsi yang sama, bermain dengan yang lainnya yang tak memiliki keterbatasan fisik seperti dia. Dari 10 kandidat kiper, Eman yang terpilih jadi kiper utama,” kata Rijki.

Pada 10 hingga 16 Juli 2016, ajang kompetisi HCW digelar di Glasgow, Skotlandia. Timnas Indonesia pun berjibaku di kompetisi street soccer. Meski tak keluar sebagai juara, peringkat Indonesia naik ke peringkat 7, setelah setahun sebelumnya harus puas di peringkat 17.

"Hadirnya Eman di HWC tahun 2016 lalu membuktikan kontribusinya dalam peningkatan prestasi Indonesia," tambah Rijki lagi.

Tak hanya peningkatan peringkat Indonesia di ajang HWC. Eman Sulaeman bahkan meraih predikat sebagai kiper terbaik di ajang HWC 2016.

Bagi Eman, gelar kiper terbaik di ajang HWC 2016 adalah sebuah pencapaian dan pembuktian diri, bahwa kaum disabilitas pun mampu melakukan hal-hal menakjubkan.

Eman Mendapat Penghargaan dari Kemenpora (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya