Liputan6.com, Jakarta Markas Besar Polri merespons tudingan pihak tertentu yang menyebutkan, peristiwa teror bom panci di Bandung adalah bagian dari pengalihan isu. Kepala Divisi Humas Irjen Boy Rafli Amar menyesali adanya anggapan tersebut di tengah masyarakat.
"Masih ada anggapan bahwa peristiwa ini adalah bagian dari rekayasa. Kami menyesali, ini adalah ancaman nyata," tegas Boy Rafli di ruang Humas Polri, Jakarta (13/3/2017).
Baca Juga
Usai polisi meredam aksi teror di Bandung, desas-desus terkait rekayasa teror muncul. Bom panci disebut-sebut sebagai pengalihan isu untuk kepentingan politik tertentu.
Advertisement
Boy mengatakan, seharusnya masyarakat tidak berpandangan demikian. Terorisme yang terjadi di Indonesia adalah ancaman dan harus ditangani bersama, termasuk peranan dari masyarakat.
"Dalam konteks melakukan pencegahan, kepedulian bersama diharapkan untuk mempersempit ruang gerak pelaku," ujar Boy.
Yayat Cahdiyat melancarkan aksi teror pada Senin pagi 27 Februari 2017, di Taman Pandawa, Bandung, dengan meledakan bom panci. Dia sempat kabur masuk ke kantor Kelurahan Arjuna, dan menyebut mencari Densus 88 Antiteror Polri serta meminta rekannya dibebaskan.
Sepak terjang pelaku bom Bandung dalam dunia teror telah tercatat sejak 2010. Ketika itu, Yayat turut dalam pelatihan aksi teror di Aceh yang juga melibatkan Dulmatin dan Abu Bakar Baasyir. Yayat berperan menyiapkan logistik teror di Aceh pada 2009-2010, yakni menyiapkan senjata api dan peluru yang diperoleh dari Bandung, Jawa Barat.
Sementara itu, dari pengembangan kasus tersebut Densus 88 Antiteror menangkap dua orang terkait bom Bandung. Mereka adalah A alias Abu Muslim dan S.
Boy mengatakan, kedua orang tersebut diamankan pada 7 Maret 2017 lalu di tempat berbeda di wilayah Jawa Barat. Keduanya, kata Boy, telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus teror bom Bandung. (Liputan6.com/Gde Dharma Gita Diyaksa)