Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi (ESH). Perpanjangan penahanan tersebut selama 30 hari ke depan.
"KPK perpanjang penahanan ESH terkait suap satelit monitoring Bakamla terhitung mulai tanggal 15 Maret hingga 13 April 2017," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2017).
Selain masa penahanan yang diperpanjang, KPK juga tengah mempertimbangkan permintaan mantan Plt Sekretaris Utama Bakamla ini untuk menjadi justice collaborator (JC).
Advertisement
Febri mengatakan, salah satu syarat pengajuan JC adalah tersangka mengakui perbuatannya dan bersedia memberikan informasi terkait pihak lain yang diduga terlibat.
"Kami akan pertimbangkan dulu pengajuan JC. Di satu sisi ini sinyal positif untuk penanganan lebih lanjut, sisi lain kami perlu pelajari keterangan yang diberikan," kata Febri.
Justice collaborator adalah saksi yang juga pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam perkara tindak pidana tertentu. Saksi pelaku bisa ditetapkan sebagai JC apabila mau membantu mengungkap sebuah perkara.
Jerat Empat Tersangka
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut, yaitu Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi serta tiga pejabat PT Merial Esa yakni Fahmi Dharmawansyah, Hardi Stefanus, dan Muhammad Adami Okta.
Ketiga pejabat PT ME sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah pada UU 20 Tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Untuk Eko Susilo sebagai penerima suap, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.
Hardi Stefanus dan Fahmi Darmawansyah sudah menjalani sidang dakwaan terkait kasus ini. Keduanya didakwa telah memberikan suap demi memenangkan PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) dalam pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla pada APBN-P Tahun Anggaran 2016.
Dalam kasus ini, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI juga telah menetapkan Bambang Udoyo sebagai tersangka.