Liputan6.com, Jakarta Ahli agama sekaligus anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hamka Haq, menilai tidak ada larangan umat muslim memilih pemimpin non-muslim dalam hukum positif di Indonesia. Sebab, undang-undang pilkada disebut tidak didasarkan pada syariat agama tertentu.
"Karena yang berlaku undang-undang pilkada, tidak ada bunyi yang mengatakan bahwa pilkada harus berdasarkan syariat (agama) masing-masing sehingga muslim bisa memilih pemimpin non-muslim dan sebaliknya," ujar Hamka dalam persidangan dugaan penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
Menurut Hamka, Indonesia menjamin bila ada umat muslim memilih pemimpin non-muslim dalam pemilu atau pilkada. Penjaminan tersebut berlaku bila ada pihak lain yang mencoba untuk memaksa seseorang memilih pemimpin satu agama.
Advertisement
"Dalam pilkada, tidak ada dikatakan pilkada sah bila dikaitkan agama masing-masing. KUHP tidak memerlukan ayat itu," pungkas Hamka.