Liputan6.com, Jakarta - Mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani mengaku sempat bertemu Rudi Alfonso, sebelum menjalani pemeriksaan perdana oleh penyidik KPK terkait dugaan suap kasus e-KTP. Rudi diketahui merupakan pengacara yang biasa menangani kasus di KPK.
Miryam mengatakan, saat itu dia baru pulang dari Bali dan bertemu Rudi di Radio Dalam, Jakarta Selatan. "Tetapi dia tidak ada di tempat, saya pun pulang lagi," ujar Miryam dalam sidang lanjutan perkara suap e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
Selain Rudi, Miryam juga mengaku sempat bertemu Elza Syarief. Hal tersebut memang sempat ditanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Advertisement
Menurut Miryam, pertemuannya dengan mantan kuasa hukum Muhammad Nazaruddin itu bukan berkaitan dengan e-KTP. Melainkan hanya sebatas peminjaman uang.
‎"Dia (Elza) bilang, 'Yani, pinjam uang dong Rp 200 juta'," kata Miryam yang biasa disapa Yani oleh Elza.
JPU KPK menanyakan hal tersebut kepada Miryam lantaran diduga ada pihak yang mempengaruhi politikus Partai Hanura ini dalam pengusutan kasus e-KTP, yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini.
Pertanyaan JPU KPK itu dilayangkan karena Miryam selalu berkelit menerima uang bancakan e-KTP. Meski terdakwa Sugiharto sudah membongkar penerimaan uang Miryam sebanyak empat kali dengan total 1,2 juta dolar.
Miryam merupakan salah satu saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan, Miryam disebut sebagai pihak yang membagi-bagikan uang bancakan. Miryam juga disebut menerima aliran dana sebesar 23 ribu dolar.
Diketahui, dua mantan anak buah Gamawan Fauzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan kasus e-KTP disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai 'operator utama' bancakan e-KTP.