Pentingnya Harimau dan Hutan Dalam Peradaban Masyarakat Sunda

Saat meresmikan patung Maung Gagah Cisewu, Bupati Purwakarta berbicara tentang pentingnya harimau dan hutan untuk masyarakat sunda.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Apr 2017, 16:20 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2017, 16:20 WIB
Pentingnya Harimau dan Hutan Dalam Peradaban Masyarakat Sunda
Saat meresmikan patung Maung Gagah Cisewu, Bupati Purwakarta berbicara tentang pentingnya harimau dan hutan untuk masyarakat sunda.

Liputan6.com, Jakarta Markas Rayon Militer 1123 Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut Jum’at (31/3) lalu menggelar acara peresmian patung harimau atau maung baru hasil sumbangan dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, patung harimau yang menjadi lambang Komando Daerah Militer III Siliwangi tersebut menjadi pembicaraan netizen karena dinilai lucu dan dianggap lebih mirip kucing daripada harimau.

 

Dedi menekankan pentingnya harimau dalam peradaban masyarakat Sunda. Menurutnya, harimau merupakan simbol penjaga hutan. Sementara hutan sendiri merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Sunda. Sebab dengan kelestarian hutan, ketersediaan air yang menjadi sumber kehidupan menjadi terjamin.

“Dari hutan yang di dalamnya terdapat mata air, lahirlah sungai, dari sungai tersebut lahirlah bendungan, dari bendungan itu, lahirlah peradaban pertanian, perikanan, pariwisata dan sumber kehidupan lain bagi masyarakat Sunda. Maka kemakmuran orang Sunda itu ditentukan oleh kelestarian hutan, hutan itu adanya di gunung. Hutan akan lestari kalau didalamnya ada harimau, karena tidak akan ada manusia yang berani merambah hutan,” jelas Dedi dalam sambutan.

Simbol gunung sendiri menurut Dedi, sangat melekat dalam tradisi dan peradaban orang Sunda. Ini dibuktikan dengan bentuk “aseupan” (alat untuk menanak nasi yang terbuat dari anyaman bambu) yang bentuknya lancip mirip gunung. Sementara itu, setiap kali dalang membuka lakon wayang, pasti didahului dengan kemunculan “gugunungan”.

Dalam dialog singkat pendalaman konsepsi hutan sebagai sumber kemakmuran, Dedi berbagi strategi kepada Bupati Garut Rudi Gunawan dan Ketua DPRD Garut Ade Ginanjar yang juga turut hadir di lokasi acara peresmian tersebut.

Pria yang juga dikenal sebagai Budayawan Sunda itu menyebut dibutuhkan komitmen dan program strategis untuk menjadikan hutan sebagai “basic core” pembangunan di Jawa Barat. Langkah tersebut menurut dia dapat ditempuh dengan beberapa cara. Diantaranya, menjadikan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk melakukan pemulihan hutan dengan cara penanaman kembali lahan yang telah gundul.

“Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan itu harus diangkat sebagai Tenaga Harian Lepas oleh Pemerintah. Tugasnya, setiap hari menanam pohon di lahan yang sudah gundul. Gajinya bisa Rp2,5 Juta sampai Rp3 Juta per bulan. Saya yakin, itu masyarakat yang biasa diminta oleh para orang kaya untuk merambah hutan, paling hanya dapat Rp1,5 Juta per bulan sudah bagus, kita pasang harga lebih besar,” tegasnya.

Konsep selanjutnya, Imbuh dia, setelah wilayah hutan berhasil di-recovery, dapat langsung dibangun perkampungan berbasis adat Sunda dengan jumlah rumah masing-masing sebanyak 40 rumah setiap kampung. Anak-anak warga di kampung tersebut dididik pendalaman pengetahuan tentang kepariwisataan berupa bahasa Inggris dan nilai tradisi.

Cara ini ia yakini dapat menumbuhkan sektor pariwisata di Selatan Jawa Barat tanpa harus menggunduli hutan di sekitarnya.

“Setelah itu, anak-anak kita didik kepariwisataan, bangun rumah penduduk dengan arsitektur Sunda, jadi wisatawan tidak perlu tinggal di resort, rumah penduduk dapat sekaligus menjadi resort, ini ke depan dapat menjadi sumber pendapatan bagi wilayah Jabar Selatan,” pungkasnya.

Konsep yang dipaparkan oleh Dedi, diapresiasi oleh Bupati Garut Rudi Gunawan. Ia mengatakan terlalu kecil jika konsep tersebut hanya diberlakukan di Purwakarta atau Garut. Menurutnya, konsep ini harus diterapkan di Jawa Barat.

“Paparan Kang Dedi ini bagus untuk Jawa Barat, bukan hanya Purwakarta atau untuk saya di Garut. Saya ini kenal beliau sudah lama, saya banyak berguru kepada beliau soal filosopi dan penerapan falsafah Sunda dalam kebijakan sebagai kepala daerah. Empati Kang Dedi terhadap kondisi Maung Lucu kemarin itu, ternyata didasari oleh pemikiran yang luas seperti ini,” ujar Rudi.

Sementara itu, Komandan Rayon Militer 1123 Cisewu, Kapten (Inf) Nandang Sucahya menyebut harimau yang dikirim oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menjadi harimau paling gagah di seluruh wilayah kerja Kodam III Siliwangi. Bahkan menurutnya, patung harimau di Markas Kodam Siliwangi III pun kalah gagah oleh patung harimau yang hari ini ada di kantornya tersebut.

“Ini kantor pimpinan saya di Kodam III Siliwangi pun harimaunya jadi kalah gagah dengan yang punya saya disini. Saya terima kasih kepada Kang Dedi dan seluruh jajarannya,” pungkasnya menutup.

(*)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya