Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan digelar besok dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan pemaparan barang bukti. Menjelang sidang ke-17 tersebut, tim penasihat hukum Ahok terus meneliti perbedaan keterangan para ahli.
Dari keterangan ahli bahasa misalnya, tim mengungkapkan perbedaan antara ahli bahasa yang dihadirkan JPU, Mahyuni dan yang dihadirkan tim penasihat hukum Ahok, Rahaju Sutiarti Hidayat.
Ahli Mahyuni berpendapat, penggunaan kata 'pakai' dalam pidato Ahok tidak terlalu berpengaruh dalam arti penodaan agama. Ada atau tidak kata 'pakai' Ahok tetap menodakan agama.
Advertisement
Sementara dalam kesaksian Rahaju, disebut kata 'pakai' sangat penting dalam kasus tersebut. Kata itu menunjukkan Alquran bukan lah sebagai sumber kebohongan, melainkan alat yang dipakai oknum.
Menurut Rahaju, kata "dibohongi" dan kata "dibodohi" tak bisa langsung diartikan negatif.
"Kata 'dibohongi' tak bisa dilepas begitu saja. Ada yang namanya makna denotatif, ada makna kontekstual. Kata tersebut punya nilai baru, punya makna baru. Dalam hal ini, dua kata tersebut merupakan pelengkap pelaku," ujar dia di Rumah Cemara, Senin (3/4/2017).
Sementara itu, tim Ahok juga menemukan adanya perbedaan keterangan ahli agama yang dihadirkan jaksa penuntut umum dan tim pengacara Ahok. Meski ahli agama yang dihadirkan sama-sama dari PBNU.
Diketahui, dua ahli yang dihadirkan JPU menyatakan Ahok bersalah. Mereka adalah Muhammad Amin Suma dan KH Ma'ruf Amin. Sementara tiga ahli yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa, Ahok tidak menistakan agama. Mereka adalah Ahmad Ishomuddin, Sahiron Syamsuddin dan Hamka Haq.
"Ini menunjukan betapa bahwa dalam kalangan ahli saja tidak ada kesepakatan mengenai apa yang telah dilakukan Ahok. Jadi tidak ada konsensus sama sekali soal perkataan Ahok 'dibohongi pakai surat Al Maidah', dan konsep aulia dalam surat tersebut," ujar peneliti LIPI Amin Mudzakkir.