Liputan6.com, Jakarta - Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan adalah andalan. Dari serangkaian kasus yang ditangani lembaga antirasuah tersebut, Novel Baswedan selalu berada di barisan terdepan.
Novel Baswedan selalu dipercaya memimpin kasus-kasus korupsi yang dugaan kerugian negaranya besar. Belum lagi dugaan keterlibatan orang-perang penting dalam kasus besar, Novel Baswedan selalu hadir.
Baca Juga
Tak heran jika kemudian, banyak pihak yang tidak suka terhadap kiprah Novel Baswedan di KPK. Bagi internal Polri, Novel Baswedan tak berbeda dengan personel polisi lainnya.
Advertisement
Novel Baswedan lulusan Akademi Kepolisian 1998, merupakan sepupu dari calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Anies Rasyid Baswedan. Pada 1999 hingga 2005, Novel Baswedan bertugas di Bengkulu.
Pada 2004, Novel Baswedan dipercaya memegang jabatan Kasat Reskrim Polres Bengkulu dengan pangkat Komisaris. Karena kinerjanya itulah, Novel Baswedan ditarik ke pusat, Bareskrim Mabes Polri.
Pada 2007, Novel Baswedan ditugaskan Polri sebagai penyidik KPK. Ketika di KPK itulah, cerita kriminalisasi dan teror kerap menghampiri Novel Baswedan.
Bukan Siapa-siapa
Kiprah Novel Baswedan terbilang mentereng. Deretan kasus besar ia pimpin langsung. Seperti, Novel Baswedan terlibat langsung penetapan tersangkan istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun, Nunun Nurbaetie terkait kasus suap cek pelawat pada 23 Mei 2011.
Novel juga masuk dalam penyidik yang menetapkan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka suap Dana Percepatan Infrastuktur Daerah pada 9 Desember 2011. Lalu pada 6 Juli 2012, Novel Baswedan memimpin penangkapan Amran Batalipu terkait suap penerbitan hak guna usaha perkebunan di Buol.
Pada kasus korupsi PON Riau, 13 Juli 2012, Novel Baswedan juga merekomendasikan beberapa tersangka, yang di dalamnya menyeret Rusli Zainal yang ketika itu Gubernur Riau. Novel Baswedan juga menjadi penyidik terkait ditetapkannya mantan Kakorlantas Polri Djoko Susilo sebagai tersangka terkait kasus pengadaan Simulator uji kemudi SIM R2 dan R4 di Korlantas Polri, pada 31 Juli 2012.
Bahkan, Novel Baswedan sempat menginterogasi Djoko Susilo terkait kasusnya itu. Kasus ini sempat membuat KPK dan Polri bersitegang. Puncaknya, ketika beberapa penyidik KPK yang ingin menggeledah Ditlantas Polri ditahan.
"Pak Djoko Susilo ini bintang dua, Novel ini Kompol aja lho. Dia bisa jadi di sana (KPK) itu kan karena polisi lho. Dia kalau enggak dari sini, enggak akan jadi apa-apalah," kata mantan Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso atau Buwas, Jumat, 1 Mei 2015.
Novel Baswedan juga terlibat dalam penetapan Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaq terkait dugaan suap kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian pada 30 Januari 2013. Operasi tangkap tangan (OTT) mantan Ketua MA Akil Mochtar pada 2 Oktober 2013 lalu juga tak lepas dari peran Novel Baswedan.
Pada Kasus mega korupsi e-KTP, Novel Baswedan juga tergabung dalam penyidik yang ikut menetapkan Sugihato sebagai tersangka pada 22 April 2014. Dan, yang menghebohkan adalah ketika Novel Baswedan terlibat dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan transaksi mencurigakan atau rekening gendut.
Advertisement
Ditahan hingga Air Keras
Karena sikapnya yang terbilang keras itulah, bahkan dengan institusinya sendiri, Novel Baswedan selalu menjadi sasaran kriminalisasi. Sebut saja, Novel Baswedan ditetapkan menjadi tersangka kasus penganiayaan atas laporan pengacara korban pada 2012.
Tidak hanya itu, Novel Baswedan juga ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, pada 2015. Kasusnya adalah dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet pada 2004 silam.
Laporan pengacara korban pada 2012 adalah terkait kasus pencurian sarang burung walet. Pada 2015 itu, penyidik Bareskrim Polri juga menggeledah rumah Novel Baswedan di Kompleks BBD, Jalan Deposito RT 003 RW 010 Blok T Nomor 8, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Kasus tersebut membuat Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara. Ia meminta, Polri tidak menahan Novel Baswedan. Kasusnya pun di-deponering.
Ternyata cerita tentang Novel Baswedan tidak berhenti sampai di situ. Serangkaian teror masih menghampirinya. Yakni pada 2015, saat Novel Baswedan mengendari sepeda motornya, ia sempat ditabrak mobil.
Karena peristiwa itu, ia pun lantas berganti transportasi dengan menggunakan roda empat alias mobil. Namun, teror lagi-lagi menghampirinya. Mobil yang dikendarainya ditabrak.
Tidak hanya teror dari eksternal, teror dari internal pun didapat Novel Baswedan. Pada 31 Maret 2017 kemarin, Novel Baswedan yang telah menjadi penyidik tetap KPK itu mendapat surat peringatan II (SP2) dari para pimpinan.
Publik pun mempertanyakan SP2 yang diberikan pimpinan ke Novel Baswedan. Karena tekanan, pimpinan KPK pun akhirnya mencabut SP2 terhadap Novel Baswedan.
Teror terbaru adalah siraman air keras. Peristiwa itu terjadi usai Novel Baswedan Salat Shubuh, Selasa 11 April 2017. Berdasarkan keterangan polisi, peristiwa ini terjadi pukul 05.10 WIB di Jalan Deposito, depan Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Saat itu, Novel Baswedan usai melaksanakan salat Subuh berjemaah di Masjid Al Ihsan. Tiba-tiba korban dihampiri dua laki-laki tak dikenal menggunakan kendaraan roda dua yang belum diketahui jenisnya.
"Mereka langsung menyiram dengan menggunakan air keras dan mengenai mukanya," demikian keterangan resmi polisi.
Akibat tindak kekerasan tersebut, Novel Baswedan mengalami cedera. Kelopak mata bagian bawah kirinya bengkak dan berwarna kebiruan. Dahi sebelah kirinya juga bengkak karena terbentur pohon.
"Pelaku melarikan diri dan korban dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading guna mendapatkan pertolongan," tulis keterangan tersebut.
Saat ini Novel Baswedan tengah dirawat intensif di Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC), Jakarta Pusat.
Nyawa 2 Sentimeter
Sebagai sepupu tertua, Anies Baswedan sangat mengenal karakter dan sifat Novel Baswedan sejak masih anak-anak. Bahkan, Anies memiliki cerita sendiri terkait kiprah sepupunya itu.
"‎‎Saya kenal Novel sejak kecil, jadi Novel yang saya tahu, dia anak yang lurus dan berani," ujar Anies, Sabtu, 2 Mei 2015.
Saat itu ia pernah bertanya kepada Novel perihal risiko pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Ia mengaku, Novel berani dan enggan kompromi terkait pemberantasan korupsi. Bahkan, Novel rela meninggalkan korps kepolisian.
"Ini kan ‎risikonya besar. Terus dia bilang, 'Bang, saya ini pernah tugas ada kontak senjata pas masih di polisi dulu. Pelurunya itu mengenai rambut saya. Kalau saat itu saya naik dua sentimeter saja, sudah kena di dahi dan meninggal. Jadi hidup saya ini tambahan. Hidup tambahan ini mau saya gunakan untuk memberantas korupsi, itu saja'," ucap Anies menirukan Novel.
Karena itu, ia menganggap, peristiwa yang menimpa Novel Baswedan yang ditahan Polri adalah bagian dari risiko pekerjaan dan perjuangan yang harus dihadapi Novel dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Dia memang merasa hidup dia ini ekstra karena lolos dari peluru itu tadi. Dalam setiap perjuangan pasti ada masalah kayak begini. Bukan berarti langsung cengeng kayak, aduh ada masalah. Tidak seperti itu," ujar Anies.
Advertisement