KPK Dalami Aliran Dana Kasus e-KTP Lewat Adik Andi Narogong

Penyidik mendalami aliran dana terhadap Vidi Gunawan yang merupakan adik dari tersangka e-KTP Andi Narogong hari ini.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 13 Apr 2017, 22:36 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2017, 22:36 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat kofrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). KPK menjerat Bupati Nganjuk Jawa Timur, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran-aliran dana dalam kasus e-KTP. Penyidik mendalami aliran dana terhadap Vidi Gunawan yang merupakan adik dari tersangka e-KTP Andi Narogong hari ini.

"Saksi Vidi Gunawan kita periksa untuk mengklarifikasi indikasi aliran dana (proyek e-KTP). Tentu kita juga mengklarifikasi pertemuan-pertemuannya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2017).

Pada kasus yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini, Vidi diduga berperan sebagai pihak yang mengantarkan uang Andi Narogong ke beberapa pihak, seperti Yosep Sumartono. Yosep sendiri adalah orang suruhan salah satu terdakwa kasus e-KTP, Sugiharto.

Dua tersangka dalam kasus ini sudah duduk di kursi persidangan dalam kasus ini. Keduanya adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Pada kasus e-KTP ini, Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya