Akun Twitter-nya Dikloning, Rachel Maryam Lapor Polisi

Rachel bersama pengacaranya mendesak agar polisi mengusut tuntas pemalsuan akun Twitter-nya.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 17 Apr 2017, 17:01 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2017, 17:01 WIB
Rachel Maryam
Rachel Maryam usai melaporkan pemalsuan akun Twitter-nya di Polda Metro Jaya. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Artis sekaligus politikus Partai Gerindra Rachel Maryam Sayidina melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya, lantaran akun Twitter-nya @cumarachel dikloning. Melalui akun kloningan itu, Rachel merasa difitnah dan dirugikan.

Laporan tersebut diterima polisi dengan nomor LP/1899/IV/2017/PMJ/Dit Reskrimsus tertanggal 17 April 2017. Terlapor yang masih dalam penyelidikan ini terancam dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 46 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Saya hari ini datang untuk melaporkan pemalsuan akun Twitter saya. Ada sebuah akun Twitter yang berpura-pura menjadi diri saya, menggunakan foto saya, dan nama akun yang sekilas tampak sama," ujar Rachel di Mapolda Metro Jaya, Senin (17/4/2017).

Namun jika diteliti lebih rinci, kata Rachel, ada beberapa perbedaan yang terlihat di akun kloningan tersebut. Akun asli @cumarachel huruf bagian akhir menggunakan 'L' kecil, seedangkan akun palsu itu menggunakan huruf 'i' besar hingga sekilas seperti huruf 'L' kecil.

"Nah, akun Twitter ini sudah mem-posting berita-berita yang tidak sesuai dengan pikiran dan pendapat saya," tutur dia.

Sebagai juru bicara tim pemenangan pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno, Rachel merasa dirugikan dan difitnah. Sebab, akun kloningan itu memposting kekecewaan terhadap pasangan nomor urut tiga itu.

"Karena ada cuitan yang mem-framing, seakan-akan Mas Anies bersama Syiah. Nah, ini sama sekali bukan cuitan saya, dan saya anggap ini bermuatan fitnah," kata dia.

Karena itu, Rachel bersama pengacaranya mendesak agar polisi mengusut tuntas pemalsuan akun Twitter tersebut. Dia berharap, kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat, khusunya dalam berdemokrasi dan penggunaan media sosial.

"Bahwa kita menginginkan Pilkada yang sehat. Artinya kita juga harus menjalankan semuanya dengan cara-cara yang sehat. Kami juga tidak menginginkan ini terjadi di kemudian hari, karena ini bisa terjadi ke siapa saja sebetulnya," Rachel menandaskan.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya