Awas Rektor Kena Sanksi Jika Ada Mahasiswa Radikal

Hati-hati rektor di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta akan dikenai sanksi jika ada mahasiswanya yang terlibat paham radikalisme

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 07 Mei 2017, 06:36 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2017, 06:36 WIB
rektor
Penandatanganan deklarasi gerakan anti radikalisme. (foto : Liputan6.com /Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Semarang - Hati-hati semua rektor di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta akan dikenai sanksi jika ada mahasiswanya yang terlibat paham radikalisme. Menristekdikti Mohamad Nasir menyebutkan bahwa menangkal radikalisme adalah juga tugas rektor.

Disampaikan oleh Nasir ketika Kuliah Umum dan Deklarasi Semangat Bela Negara di Auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu (6/5/2017), Nasir mengatakan, regulasi untuk langkah antisipasi menyebarnya paham itu di wilayah kampus sudah mulai dilakukan. Kurikulum sudah dimasukkan 2016.

"Masukkan bela negara dan wawasan kebangsaan. Empat pilar harus dijaga yaitu NKRI, Pancasila dan UUD 1945, dan semboyan Bhineka Tunggal Ika," kata Nasir, Sabtu (6/5/2017).

Nasir menganggap bahwa rektor harus bertanggungjawab jika ada mahasiswa atau bahkan dosen yang terjebak paham radikalisme. Seharusnya sudah ada deteksi dini sebelum paham tersebut bisa hidup dan membesar.

"Ada radikalisme di kampus rektor tanggungjawab baik terjadi pada dosen atau mahasiswa," kata Nasir.

Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan generasi muda yang merupakan tunas bangsa harus steril dari hal negatif tidak hanya radikalisme, tetapi juga narkoba, dan lainnya. Oleh sebab itu dosen, dekan, rektor harus bisa mendeteksi jika ada mahasiswanya yang menunjukkan tanda-tanda berbeda.

"Kepedulian ditingkatkan oleh dosen, dekan, rektor terhadap dinamika di kampus ini. Sehingga terdeteksi sejak dini. Banyak fenomena harus dicermati harus ambil langkah," kata Suhardi.

Kemajuan teknologi informasi memungkinkan paham radikalisme masuk lebih masif dan mudah. Yang disentuh bukan lagi komunitas, namun sudah sangat personal. Suhardi berharap mahasiswa harus ikut aktif memperhatikan dan melaporkan jika melihat teman-temannya mulai menunjukkan tanda-tanda.

"Teknologi informasi itulah yg bisa masuk. Sekarang baiat bisa online. Kepedulian dosen, dekan, rektor penting termasuk pergaulan sama teman mahasiswa. Jika sudah memisahkan diri, membuat kelompok esklusif, laporkan. Perlu waktu lama radikalisme itu, bisa bulan bisa tahun. Cikal bakal kan bis teredeteksi," kata Suhardi.

Deklarasi yang digelar di Unnes tersebut mengambil tema "Dari Semarang untuk Indonesia" tersebut dilakukan dengan penandatanganan deklarasi oleh Menristekdikti, Kepala BNPT, rektor sejumlah universitas, dan perwakilan mahasiswa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya