Liputan6.com, Jakarta - Meski telah bermunajat dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tetap memiliki harapan jelang vonis hakim. Ia berharap agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang akan memutus perkaranya dapat bersikap adil.
Ia meminta majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto dalam memutus perkara tidak terpengaruh desakan massa. Pembacaan vonis Ahok akan digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, hari ini, Selasa (9/5/2017).
"Kita harap jangan penghakiman (vonis) karena massa. Kalau karena ngadu (ikuti) massa ya runtuh, fondasi hukum dan aturan itu enggak boleh runtuh. Kalau runtuh negara bisa runtuh," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin, 8 Mei 2017.
Advertisement
Setelah serangkaian sidang yang Ahok jalani, ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa selain menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. "Kan sudah 21 kali sidang mau ngapain, besok cuma dengarin hakim. Pasrah saja," ujar dia.
Mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan, ia harus dapat menerima apapun hasil atau vonis hakim. Kendati sejak awal status tersangka terhadap dirinya dipaksakan, Ahok tetap menerima keputusan pengadilan.
"Ya kita mau bilang apa. Tersangka juga dipaksakan kok, saya bilang itu dipaksakan. Ada perbedaan pendapat di kepolisian kok. Mana ada dalam sejarah hukum kita begitu cepat hitungan jam jaksa langsung periksa," kata Ahok.
"Ini kan karena ada tekanan massa saja. Politik saja. Yang penting kan Ahok enggak jadi gubernur lagi," tambah dia.
Sebelumnya Ahok didakwa melakukan penodaan agama lantaran mengutip Surat Al Maidah ayat 51, saat berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Ahok didakwa dua pasal alternatif, yakni Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 156 KUHP.
Namun dalam tuntutannya, JPU mengabaikan Pasal 156a KUHP karena ucapan Ahok tak memenuhi unsur niat. JPU pun menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP dan dihukum 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Nasib Ahok akan ditentukan pada persidangan vonis hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto itu bisa saja menjatuhkan hukuman lebih berat atau ringan dari tuntutan jaksa.