Dana Reses Anggota Kontra Ketua DPD Tak Cair, Ini Kata OSO

Aturan itu merupakan bagian dari disiplin para anggota untuk mempertanggungjawabkan kerja sebagai anggota DPD.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 12 Mei 2017, 20:29 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2017, 20:29 WIB
Oso
Wakil Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang atau Oso.

Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memutuskan tidak memberi dana reses bagi anggota yang tidak hadir pada penutupan masa sidang. Mereka diketahui merupakan anggota yang kontra dengan keputusan penetapan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD.

Osman Sapta memastikan, keputusan itu merupakan keputusan paripurna dan sah. Tidak ada hubungannya dengan anggota yang mendukung atau tidak mendukung dirinya.

"Itu keputusan dari Panmus (Panitia Musyawarah), bukan pribadi saya, dan disahkan di Paripurna," tegas pria yang karib disapa Oso itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakata, Jumat (12/5/2017).

OSO menegaskan, tidak akan mencabut keputusan itu. Bagi dia, aturan itu merupakan bagian dari disiplin para anggota untuk mempertanggungjawabkan kerja sebagai anggota DPD.

"Itu disiplin. Kau umpamanya kerja, kau tak laporkan hasil kerja ini, terus uangnya kau ambil, bener enggak itu? Nah enggak boleh," pungkas dia.

Aturan itu disetujui paripurna dalam rangka menyempurnakan Surat Edaran Panitia Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (SE-PURT DPD RI) Nomor DN.170/10/DPDRI/IV/2017 pada 8 Mei 2017. Paripurna dinyatakan kuorum karena dihadiri 72 orang dan izin 49 orang, sehingga sah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam sistem kerja, anggota DPD RI harus mengikuti siklus masa sidang yang disahkan di Paripurna, baik pembukaan masa sidang maupun penutupan masa sidang sebelum bekerja di daerah pemilihan.

Karena itu, ketika anggota DPD akan bertugas di daerah pemilihan yang dikenal dengan masa reses, anggota harus mengikuti atau setidaknya mengakui adanya penutupan masa sidang dalam sidang paripurna. Kalau tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna, maka status yang bersangkutan masih menjalankan tugas di Ibu  Kota Negara.

Dari perspektif tata kelola keuangan menjadi bermasalah, bila di satu sisi anggota menuntut hak melakukan kegiatan reses, sementara tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna penutupan masa sidang. Keputusan sidang paripurna itulah yang menjadi dasar yuridis kesekjenan dalam menegakkan tata kelola keuangan yang akuntabel dan bertanggung jawab.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya