Usut Korupsi SKL BLBI, KPK Periksa 20 Petani Tambak di Lampung

Selain itu, KPK menggeledah sebuah kantor notaris di Lampung pada 8 Mei 2017,

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Mei 2017, 05:16 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2017, 05:16 WIB
Massa Geruduk KPK, Tuntut Penuntasan Kasus BLBI
Puluhan massa Barisan Rakyat Sikat Koruptor (BRSK) melakukan aksi di depan gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/8/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterbitkan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik KPK menggali informasi hingga ke Lampung. Pada Senin 8 Mei 2017, KPK menggeledah sebuah kantor notaris di Lampung.

"Dari kantor tersebut KPK menyita sejumlah dokumen perjanjian kerja sama," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (16/5/2017).

Selain menyita beberapa aset yang diduga berkaitan dengan skandal korupsi penerbitan SKL BLBI, penyidik juga memeriksa sejumlah petani tambak PT Dipasena, Lampung.

"Penyidik melakukan pemeriksaan ke 20 orang petani tambak di Polda Lampung. Pemeriksaan itu untuk mendalami kontrak, pinjaman, proses pengucuran dana hingga pengembalian pinjaman tersebut," kata Febri.

Penggeledahan dan pemeriksaan dilakukan penyidik untuk mengungkap kerugian negara yang mencapai Rp 3,7 triliun atas penerbitan SKL BLBI ini. "KPK terus menggali peran tersangka dan pihak terkait dengan penerbitan SKL tersebut," pungkas Febri.

Pada krisis moneter tahun 1998 silam, BDNI merupakan salah satu bank yang mengalami dampak krisis. BDNI mengajukan pinjaman melalui skema BLBI. Salah satu piutang yang dimiliki BDNI diketahui dilimpahkan kepada petani tambak PT Dipasena.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL itu diduga merugikan negara hingga Rp 3,7 triliun.

Sjamsul Nursalim diminta pihak KPK untuk kembali ke Tanah Air guna memudahkan penyidikan. Sjamsul diketahui tengah berada di Singapura.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya