KPK Kembali Periksa Politikus Partai Golkar Terkait Kasus E-KTP

KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap politikus Partai Golkar dan beberapa staf di Ditjen Dukcapil Kemendagri.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 19 Mei 2017, 13:06 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2017, 13:06 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat kofrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). KPK menjerat Bupati Nganjuk Jawa Timur, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Golkar Antarini Malik kembali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa terkait kasus mega korupsi e-KTP.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AA (Andi Narogong)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Selain mantan anggota DPR RI itu, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan pihak-pihak di Kemendagri. Seperti, Kasi Pencatatan Perubahan Kewarganegaraan Akibat non-Kelahiran Ditjen Dukcapil Diana Anggraeni, staf Ditjen Dukcapil Kusmihardi, dan staf PNS Ditjen Dukcapil Achmad Purwanto.

"Mereka juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AA," imbuh Febri.

KPK telah menetapkan 2 terdakwa dalam kasus ini yakni Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan KPK dengan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya