Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP kembali dilanjutkan hari ini. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi ahli, salah satunya ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah di LKPP Hermawan Kaeni.
Hermawan saat bersaksi menjelaskan, dalam setiap kebijakan, seluruh panitia pengadaan harus turut dilibatkan.
"Kalau hanya satu yang menetapkan, satu orang yang lain serahkan ke yang lain atau ke ketua panitia, itu tidak boleh," ujar Hermawan saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/6/2017).
Advertisement
Saat dikaitkan majelis hakim ke dalam proses pengadaan [e-KTP](e-KTP ""), dia menuturkan jika anggota panitia proyek e-KTP tidak bertanggung jawab.
"Sudah diatur yang menetapkan ketua di sana sudah ada pengaturan anggotanya tidak bertanggung jawab. Dia tidak punya penilaian sendiri yang penting dia dapat honor tanda tangan," kata Hermawan.
Adapun panitia pengadaan megaproyek ini diketuai oleh Drajat Wisnu Setyawan dan Pringgo Hadi Tjahjono sebagai sekretaris. Selain itu, anggota panitia pengadaan ini adalah Henry Manik, Mufti Munzir, Yotok Prasetyon, dan Mahmud.
Kasus dugaan korupsi proyek e-KTP melibatkan sejumlah nama, baik dari eksekutif dan legislatif. Mantan Mendagri GamawanFauzi juga turut disebut di kasus ini. Mendagri era pemerintahan SBY tersebut diduga melakukan KKN (kolusi korupsi dan nepotisme) dengan melibatkan adiknya Amzi Aulia dan mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman.
Di sidang kasus e-KTP sebelumnya, Gamawan Fauzi mengaku terima
uang Rp 1 miliar dari Afdal Noverman. Uang tersebut, menurut Gamawan,
adalah pinjaman untuknya melakukan operasi kanker.
"Saya waktu itu pinjam uang Rp 1 miliar buat operasi kanker di
Singapura. Karena obatnya mahal, saya kehabisan uang," kata Gamawan saat
bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 16 Maret 2017.