Ambang Batas Presiden Disebut Penentu Revisi UU Pemilu Tuntas

Menurut dia, pemerintah harusnya jangan memaksakan untuk adanya Presidential Threshold. Sebab ini bisa membuat tidak adil.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 11 Jun 2017, 19:30 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2017, 19:30 WIB
Mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay
Mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Revisi UU Pemilu terus berlangsung. Pemerintah dan DPR mencoba mencari titik temu, dan ada beberapa isu krusial yang belum dibahas. Salah satunya soal presidential threshold atau ambang batas presiden.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Pemilu menyebut, ambang batas presiden ini akan menjadi penentu. Sebab, ada isyarat jika presidential threshold ada dan bisa lolos, maka isu krusial lain tidak akan dihambat pemerintah.

"Di antara isu krusial yang belum diputuskan, pemerintah ingin presidential phreshold itu terus ingin bertahan. Bisa jadi ada signal lain, melembut dengan hal yang lain, agar ini (presidential threshold) ini masuk. Tapi itu perlu dicek lagi oleh pemerintah, tapi sayang sekali kalau ini terjadi," ucap mantan komisioner KPU Hadar Navis Gumay di Jakarta, Minggu (11/6/2017).

Menurut dia, pemerintah harusnya jangan memaksakan adanya presidential threshold. Sebab, ini bisa membuat tidak adil.

"Ini kan pemilihan serentak. Tentu tak relevan dengan presidential threshold. Tidak logis. Aneh diterapkan dan ini tidak adil. Karena ada peserta yang tidak bisa dicalonkan," jelas Hadar.

Sebelumnya Ketua Pansus revisi UU Pemilu, Lukman Edy, mengisyaratkan presidential threshold akan menjadi tantangan berat. Hal ini disampaikan dalam acara bincang-bincang bersama Pokja Pers Kemendagri, Jakarta, Jumat 9 Juni 2017 kemarin.

"Hari Selasa adalah final tidak akan ada penundaan. Alhamdullilah kalau ada paket. Tapi kalau enggak, kita voting. Sekarang variasinya bisa banyak. Pemerintah mempunyai standing (melawan). Kalau misal di voting 20-25 (ada presidential threshold), saya tutup mata untuk ketuk palu. Tapi kalau 0 persen dominan (tanpa presidential threshold) bagaimana? Kalau dibawa ke paripurna bagaimana?" ucap Lukman.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Yuswandi A Temenggung, sebagai pihak pemerintah merasa yakin akan diakomodasi. Sehingga berakhir dengan tenang.

"Happy ending, saya punya keyakinan. Mungkin sebelum Selasa sudah selesai. Ini bukan barang baru presidential threshold. Kalau dikatakan pemerintah tidak punya hak politik, ya. Tapi melihat kondisi, pemerintah bisa berikan pandangan ke fraksi. Ada sesuatu lebih baik," tegas Yuswandi.

Soal pernyataan Lukman akan dibawa ke paripurna, dia berharap itu tidak terjadi. Karenanya, dalam waktu dekat ini bisa terus dikomunikasikan.

"Kita harap tidak di paripurna, kecuali paripurna ada forum pembahasan. Semua anggota akan terus berkomunikasi. Mudah-mudahan (revisi UU Pemilu) selesai sesuai penjadwalan dari DPR," pungkas Yuswandi.

 


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya