Liputan6.com, Jakarta - Dua terdakwa kasus megakorupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto mendapat keringanan tuntutan dengan dikabulkannya pengajuan permohonan untuk menjadi saksi yang bekerja sama atau justice collaborator (JC).
Jaksa penuntut umum KPK Mufti Nur Irawan mengatakan, para terdakwa memenuhi syarat menjadi justice collaborator. Keduanya telah secara terus terang dan terbuka memberikan kesaksian dalam persidangan dan penyidikan kasus korupsi e-KTP.
"Bahwa dikarenakan para terdakwa memenuhi persyaratan sebagai justice collaborator, pada tanggal 9 Juni 2017, Pimpinan KPK menetapkan terdakwa I (Irman) dan terdakwa II (Sugiharto) sebagai JC," ujar jaksa Mufti saat membacakan tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2017).
Advertisement
Sugiharto mengajukan diri sebagai JC pada tanggal 28 Oktober 2016. Demikian pula dengan Irman yang mengajukan diri sebagai JC pada 8 Mei 2017.
Kendati begitu, jaksa tetap menuntut keduanya secara adil dengan mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh para terdakwa.
"Meskipun terdakwa berstatus sebagai justice collaborator, JPU tetap akan mempertimbangkan secara komprehensif tentang perbuatan terdakwa, termasuk mengenai akibat yang ditimbulkan, sehingga diharapkan akan melahirkan tuntutan pidana yang adil," jelas Mufti.
Sebelumnya, JPU KPK menuntut Irman dengan hukuman 7 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Sugiharto dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara dengan denda Rp 400 juta subsiser 6 bulan kurungan.
Irman dan Sugiharto dinilai secara sah dan meyakinkan oleh jaksa, telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan koorporasi dalam proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Atas perbuatannya, keduanya didakwa jaksa melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Â
Â
Â
Â
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: