Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana akan kembali memanggil sejumlah anggota DPR yang diduga menerima aliran dana korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik, atau e-KTP.
Para penghuni Senayan tersebut rencananya akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus, alias Andi Narogong.
Baca Juga
"Untuk perkara e-KTP, minggu ini akan dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terutama dari kluster politik," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin 3 Juli 2017.
Advertisement
Hampir keseluruhan politisi yang akan dipanggil itu sempat menjadi saksi untuk tersangka Irman dan Sugiharto yang sudah didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Febri mengatakan, pihaknya kini tengah fokus mendalami proses pertemuan dan pembahasan proyek senilai Rp 5,9 triliun itu. Diduga, proses bancakan dimulai sebelum proses penganggaran dimulai.
"Jadi minggu ini mulai intens fokus soal pembahasan anggaran atau indikasi pertemuan pembahasan proyek e-KTP dan indikasi dana ke sejumlah pihak," kata dia.
Sebab, dalam dakwaan maupun tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto, beberapa nama anggota DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) disebut menikmati aliran dana haram.
"Baik dari kementerian (Dalam Negeri) atau dari pihak swasta, ada beberapa advokat dan sekarang kami mulai masuk mendalami fakta-fakta peran anggota DPR saat itu," kata dia.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Irman dan Sugiharto melakukan korupsi e-KTP dan merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun secara bersama-sama. Banyak nama-nama besar yang disebut menerima aliran dana haram tersebut.
Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga telah menetapkan Andi Agustinus, alias Andi Narogong sebagai tersangka korupsi e-KTP. Andi yang merupakan seorang pengusaha ini disebut sebagai otak bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun.
KPK juga menetapkan politikus Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka pemberi keterangan palsu. Markus Nari pun ikut ditetapkan sebagai tersangka menghalangi proses penyidikan dan persidangan perkara yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Â
Saksikan video di bawah ini: