Liputan6.com, Jakarta - "Saya sangat menyesal...,". Kata-kata itu terucap oleh Joice Warouw (46), istri jenderal polisi yang menampar petugas aviation security (avsec) Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.
Penyesalan itu dia ucapkan setelah diperiksa di Mapolda Metro Jaya.
"Saya memenuhi panggilan pihak kepolisian, Polres Manado di tempat ini. Saya sangat menyesali atas kejadian ini," ujar Joice di Mapolda Metro Jaya, Jumat malam, 7 Juli 2017.
Advertisement
Tak banyak yang dikatakan Joice usai diperiksa penyidik selama sekitar dua jam. Ia hanya menyampaikan permohonan maaf atas kejadian penamparan yang sempat viral di media sosial itu.
"Saya meminta maaf atas kejadian tersebut. Terima kasih. Cukup," kata dia.
Pengacara Joice, Lisye, mengatakan, penyidik menggali keterangan dari kliennya seputar kronologi kejadian penamparan terhadap petugas Avsec Bandara Sam Ratulangi. Namun, dia enggan membeberkan alasan dan motif penamparan itu.
"Semua sudah kami sampaikan ya. Mohon maaf, kondisi klien saya belum fit dan belum sehat," ucap Lisye.
Pengacara lainnya, Jane menuturkan, pihaknya tengah berupaya menempuh jalan damai. Joice berencana meminta maaf langsung kepada korbannya.
"Kita lagi menuju ke arah itu, jadi proses ini berlangsung sesuai dengan yang ada. (Komunikasi dengan korban) sedang diusahakan. Saya kira cukup ya," kata Jane.
Kasus penamparan yang dilakukan Joice Warouw terjadi di Bandara Sam Ratulangi, Manado, pada Rabu, 5 Juli 2017 sekira pukul 07.20 Wita. Kasus tersebut sempat viral di media sosial.
Saat itu, wanita yang mengaku istri pejabat tersebut masuk bandara melalui pintu X-Ray SCP 2. Tiba-tiba pintu metal detector berbunyi lantaran ia masih mengenakan jam tangan yang mengandung logam.
Petugas Avsec kemudian meminta agar jam tersebut dilepas untuk dimasukkan ke dalam x-ray. Namun, rupanya wanita tersebut tidak terima dan langsung menampar petugas Avsec yang bernama Elizabeth Wehantouw.
Joice Warouw pun ingin bertemu dengan Elizabeth setelah peristiwa itu. Jane menuturkan, pihaknya tengah berupaya menempuh jalan damai. Joice berencana meminta maaf langsung kepada korbannya.
"Kita lagi menuju ke arah itu, jadi proses ini berlangsung sesuai dengan yang ada. (Komunikasi dengan korban) sedang diusahakan," kata Jane.
Saksikan video di bawah ini:
Nasib Joice Ditangan Elizabeth
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto mengatakan, pihaknya tidak bisa mengintervensi kasus ini, meski terlapor mengaku bersalah dan menyesal. Lanjut tidaknya penyelidikan kasus ini tergantung korban selaku pihak pelapor.
"Kalau proses hukum tetap berjalan yang disampaikan oleh pelapor," ujar Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Jumat malam 7 Juli 2017.
Ia menjelaskan, penyelidikan kasus penamparan itu baru akan dihentikan setelah terlapor mencabut laporannya. Sekalipun korban telah memaafkan, jika laporan tidak dicabut, proses hukum tetap berjalan.
"Kita lihat ke depan, apakah pelapor ini tetap kekeh kepada tuntutannya atau sudah melihat ibu ini minta maaf dan menyesali, dan mungkin berubah," kata dia.
"Kalau tetap teruskan (laporan), itu hak pelapor. Kalau mau selesai, saling maafkan juga kita harapkan demikian, mudah-mudahan," ucap Rikwanto lagi.
Saat diperiksa polisi, Joice dicecar sekitar 18 pertanyaan oleh penyidik. Dia dimintai keterangan seputar kronologi kejadian penamparan yang berlangsung pada Rabu 5 Juli 2017 sekitar pukul 07.20 Wita itu.
Saat itu, Joice baru saja menjenguk ayahnya di Manado yang tengah sakit. Wanita paruh baya itu mengaku terburu-buru saat masuk Bandara Sam Ratulangi, Manado, lantaran jadwal penerbangan pesawat yang akan ia tumpangi mepet.
"Sehingga waktu akan memeriksa tasnya lewat sekuriti, di situ jamnya terlupa untuk dilepas. Dan di situlah terjadi miss, sehingga terjadi pemukulan," papar Rikwanto.
Rikwanto pun menegaskan, meski yang saat ini tengah ditangani adalah kasus istri jenderal Polri, polisi tak akan mengintervensi proses hukum ini.
"Kalau di mata hukum itu sama semuanya, sesuai undang-undang itu tidak ada perbedaan. Jadi siapa yang berbuat, kemudian itu melanggar pidana dan dilaporkan, ya kita proses," ujar Rikwanto.
Rikwanto menjelaskan, latar belakang terlapor sebagai istri purnawirawan jenderal Polri, tak akan mempengaruhi proses penyelidikan kasus penamparan petugas bandara ini. Bahkan, sang suami hanya bisa menyaksikan pemeriksaan jika ikut mendampingi istrinya.
"Melihat saja boleh. Kalau mencampuri tidak boleh. Penyidik itu harus pure memeriksa apa adanya dengan faktanya," kata dia.
Menurut Rikwanto, polisi juga tak berhak mengintervensi agar kasus ini diselesaikan secara damai dan masing-masing pihak mencabut laporannya. Sebab, keputusan ada di pihak yang berperkara.
"(Soal damai) itu tergantung kedua belah pihak. Tergantung pihak-pihak yang bertikai. Kita serahkan kepada mereka saja," Rikwanto menandaskan.
Advertisement
Tak Jadi Pelajaran
Kasus penamparan petugas bandara yang menyita perhatian publik ini rupanya tak jadi pelajaran bagi masyarakat. Sebab peristiwa ini kembali terjadi di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Kota Tangerang, Banten, Jumat petang 7 Juli 2017.
Kali ini, diduga seorang anggota TNI berinisial AG melakukan penamparan terhadap petugas body search Avsec di SPC Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta.
Dari data yang dihimpun, kejadian tersebut bermula sekitar pukul 15.38 WIB, ketika oknum anggota TNI itu melewati lampu indikator WTMD yang membuat lampu indikator tersebut menyala. Lalu, petugas menahan penumpang tersebut untuk dilakukan pemeriksaan, termasuk body search.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, AG malah menampar petugas Avsec. Akhirnya petugas dan oknum anggota TNI tersebut diperiksa di Mapolres Bandara Soetta.
Sementara itu, Humas Polres Bandara Soetta, Iptu Prayogo membenarkan adanya kasus tersebut. Namun, dia mengatakan kasus itu sudah diselesaikan antara kedua belah pihak.
"Jadi sudah diambil jalan oleh kedua pihak, pihak dari Avsec Angkasa Pura II, demikian," jawab Prayogo singkat saat dihubungi pada Jumat malam.