Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani telah sengaja tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Miryam lalu mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan yang menerangkan adanya penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri, Sugiharto. Dia beralasan, saat pemeriksaan, tiga penyidik telah menekan dan mengancamnya.
Baca Juga
"Padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar," kata Jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan Miryam Haryani di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Advertisement
Jaksa mengatakan, Miryam pada Kamis, 23 Maret 2017, dihadirkan penuntut umum sebagai saksi dalam persidangan perkara korupsi proyek e-KTP pada Kemendagri atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto.
Miryam sebelum memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan terlebih dahulu bersumpah sesuai agama Kristen akan memberikan keterangan yang benar.
Jaksa menuturkan, dalam persidangan, ketua majelis hakim bertanya kepada Miryam mengenai keterangan yang pernah diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan sebagaimana tertuang dalam BAP 1 Desember 2016, BAP 7 Desember 2016, BAP tertanggal 14 Desember 2016, dan BAP 24 Januari 2017 yang diparaf dan ditandatangani terdakwa.
"Atas pertanyaan hakim, terdakwa membenarkan paraf dan tanda tangannya yang ada dalam semua BAP. Namun, terdakwa mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP dengan alasan isinya tidak benar karena saat penyidikan telah ditekan dan diancam oleh penyidik KPK," ujar jaksa.
Jaksa juga mengatakan, meskipun sudah diperingatkan oleh hakim, Miryam tetap menerangkan dia telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan. Karena itu, hakim memerintahkan penuntut umum agar pada sidang berikutnya menghadirkan tiga penyidik yang pernah memeriksa terdakwa sebagai saksi verbalisan yang akan dikonfrontasi keterangannya dengan terdakwa.
Konfrontasi
Selanjutnya, Miryam pada 30 Maret 2017, dihadirkan kembali oleh JPU KPK untuk dikonfrontasi dengan tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, MI Susanto, dan A Damanik.
"Atas pernyataan hakim, baik Novel Baswedan, MI Susanto, dan A Damanik menerangkan bahwa mereka tidak pernah melakukan penekanan dan pengancaman saat memeriksa terdakwa sebagai saksi," imbuh jaksa.
Dalam empat kali pemeriksaan empat kali, kepada Miryam diberikan kesempatan untuk membaca, memeriksa, dan mengoreksi keterangannya pada setiap akhir pemeriksaan sebelum kemudian diparaf dan ditandatangani Miryam.
"Bahwa keterangan yang disampaikan terdakwa sebagai saksi di persidangan yang mencabut semua BAP dengan alasan telah ditekan dan diancam tiga penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan adalah keterangan yang tidak benar, karena bertentangan dengan keterangan tiga orang penyidik KPK selaku saksi verbalisan maupun bukti-bukti lain berupa dokumen draf BAP yang telah dicorat-coret dengan tulisan tangan terdakwa maupun rekaman video pemeriksaan yang menunjukkan tidak adanya tekanan dan ancaman tersebut," tutur jaksa Kresno.
Untuk itu, terhadap keterangan terdakwa, JPU meminta kepada hakim agar Miryam ditetapkan sebagai pelaku pemberian keterangan palsu atau keterangan tidak benar.
Jaksa mendakwa Miryam dengan Pasal 22 Jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Saksikan video di bawah ini: