Liputan6.com, Jakarta - Wadah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan judicial review atau uji materi terhadap Ayat 3 Pasal 79 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (MD3) yang mengatur mengenai pelaksanaan hak angket. Adapun lima pegawai KPK datang sebagai pemohon dalam kesempatan itu.
Ketua II Wadah Pegawai KPK, Harun Al Rasyid, mengatakan ini ikhtiar sebagai warga negara, pribadi, sebagai pegawai KPK dan wakil yang bekerja di lembaga pimpinan Agus Rahardjo. Dia berpandangan, ada yang salah dengan kewenangan anggota DPR.
Menurut dia, Wadah Pegawai KPK tidak terkait dengan konflik lembaga antirasuah itu dengan DPR, sehingga bisa melakukan uji materi.
Advertisement
"Pengajuan ini kami dasari karena ada kewenangan hukum yang dilakukan anggota DPR yang saat ini membentuk Pansus KPK. Kami menilai kewenangan hukum itu kurang tepat, dari analisis kami dan berkonsultasi dengan para hukum," ucap Harun di Gedung MK Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Dia berharap hakim bisa cepat menggelar sidang perkara ini. Pasalnya, masalah ini sudah harus segera diselesaikan. Secara tidak langsung, aksi Pansus Angket KPK, mempengaruhi kinerja pegawai.
"Bagi kami ini banyak mudarat, sehingga kami tidak bisa fokus dalam lakukan pekerjaan. Pimpinan kami terganggu. Teman-teman DPR seharusnya banyak (melakukan) hal yang bermanfaat dan strategis terkait dengan pembahasan undang-undang yang saat ini belum terselesaikan disana," tegas Harun.
Lakso Anindito, pegawai KPK yang ikut dalam mengajukan judicial review, menuturkan permohonan ini diajukan karena DPR tidak mengindahkan aturan yang ada. Selain itu, dia menyebut parlemen salah menafsirkan penggunaan hak angket.
"Pasal yang diajukan dalam judicial review, Pasal 79 ayat 3 UU MD3 tentang obyek hak angket. Di sini kami lihat apa salah penafsiran. Bahwa objek hak angket ini adalah tidak pernah selain pemerintah atau eksekutif. Kita melihat bertentangan konstitusi kita," jelas Lakso.
Menurut dia, KPK dan penegak hukum yang lain bukanlah bagian dari eksekutif. DPR, ucap dia, bisa menggunakan hak angket tapi bukan ke penegak hukum.
"Jadi boleh melakukan hak angket, tapi bukan ke KPK. Karena ini adalah penegak hukum (bukan eksekutif)," tandas Lakso.
Saksikan video menarik berikut ini: