ICW Desak KPK Tahan Setya Novanto

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menahan tersangka kasus e-KTP, Setya Novanto.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 18 Jul 2017, 19:33 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2017, 19:33 WIB
Setya Novanto Buka Suara Soal Status Tersangka Kasus E-KTP
Ketua DPR Setya Novanto menggelar konferensi pers usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Jakarta, Selasa (18/7). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menahan tersangka kasus e-KTP, Setya Novanto. Ketua DPR itu diduga merencanakan korupsi proyek senilai Rp 5,9 triliun.

"Kami menilai sangat penting bagi KPK melakukan langkah hukum segera menahan Setya Novanto (SN)," ujar Peneliti Hukum ICW, Donal Fariz, di kantornya, Jalan Kalibata Timur IV D Nomor 6, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2017).

Menurut dia, sikap Setya Novanto merupakan salah satu alasan ICW mendesak KPK untuk segera menahan politikus Partai Golkar itu. Pada sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, saksi mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini mengaku pernah mendapatkan pesan dari Setya Novanto.

Novanto disebut meminta Irman agar mengaku tidak mengenalnya ketika diperiksa KPK. Pesan itu disampaikan saat pelantikan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan 2013.

Begitu pula dengan keterangan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang menyebut ada pertemuan bersama Setya Novanto. Pada pertemuan itu, Novanto meminta agar Ganjar tidak galak-galak.

"Kami membuktikan ada upaya aktif Setya Novanto untuk bertemu dan berbicara dengan saksi-saksi yang dihadirkan oleh KPK," kata Donal.

Jika penahanan terhadap Novanto tidak segera dilakukan, ICW khawatir yang bersangkutan akan memengaruhi saksi-saksi yang lain.

"Tentu kalau tidak ada upaya hukum lanjutan seperti penahanan, upaya-upaya mendekati saksi, mengatur pihak-pihak itu bisa dilakukan oleh siapa pun. Baik itu Setya Novanto, kuasa hukum, atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam kasus ini," ucap Donal.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Keputusan KPK tersebut diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.

Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun, Setya Novanto membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

Dia menyatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP.

"Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, pada Kamis 9 Maret 2017.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya