Setya Novanto Tersangka, Sekjen PDIP Harap Tak Ganggu Jokowi

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berharap, penetapan Setya Novanto sebagai tersangka e-KTP tak mempengaruhi kinerja pemerintahan Jokowi dan JK.

oleh Ika Defianti diperbarui 20 Jul 2017, 07:15 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2017, 07:15 WIB
Hasto Kristiyanto
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat mengunjungi kantor Liputan6.com, di SCTV Tower, Jakarta, Senin (6/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berharap, penetapan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka tidak mempengaruhi efektivitas kinerja pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dan Jusuf Kalla.

Sebab kata dia, saat ini masih terdapat beberapa agenda yang perlu terselesaikan di DPR. Salah satunya, Perppu Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

"Cukup banyak agenda terkait Perppu Ormas, RUU Pemilu, dan UU tentang Revisi APBN. Sehingga dalam konteks ini dapat terus melakukan koordinasi dan konsolidasi," ucap Hasto di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Juli 2017.

PDIP, ia menjelaskan, akan tetap menghormati mekanisme yang ada, meskipun kadernya berpeluang untuk menggantikan Setya Novanto dari ketua DPR. Namun, yang terpenting saat ini adalah memastikan kasus Setya Novanto tidak mengganggu pemerintahan.

"Apalagi ini masih tahap awal dari seluruh proses hukum. Biarlah proses itu berjalan dan kemudian proses politik di DPR juga berjalan sebagaimana yang terjadi," papar Hasto.

KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.

Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Setya Novanto mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

https://www.vidio.com/watch/789786-berbagai-skandal-yang-membelit-setya-novanto

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya