Setya Novanto Hadiri Sidang Paripurna Revisi UU Pemilu

Pukul 11.00 WIB, Setya Novanto tiba di ruang sidang paripurna didampingi 3 Wakil Ketua: Fahri Hamzah, Taufik Kurniawan, dan Fadli Zon.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 20 Jul 2017, 12:55 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2017, 12:55 WIB
Setya Novanto Hadiri Paripurna RUU Pemilu
Wakil Ketua DPR Fadli Zon disaksikan Setya Novanto bersiap menerima berkas dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (20/7). Ini kali pertama Setnov menghadiri paripurna sejak ditetapkan sebagai tersangka e-KTP (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR menggelar sidang paripurna revisi UU Pemilu. Sidang paripurna tersebut dihadiri pula Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov, yang diketahui juga berstatus tersangka kasus korupsi e-KTP.

Sekitar pukul 11.00 WIB, Setnov tiba di ruang sidang paripurna sambil didampingi tiga Wakil Ketua yakni Fahri Hamzah, Taufik Kurniawan, dan Fadli Zon.

Setnov hanya diam saat diwawancara awak media. Ia pun langsung masuk ke dalam ruang sidang paripurna. "Nanti dulu ya," kata Fahri yang sedang menemani Setnov di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Di dalam ruang sidang paripurna, Setya Novanto duduk di kursi pimpinan DPR dan ia duduk di sebelah kanan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Fadli Zon bertugas memimpin sidang paripurna.

Diketahui pula, ini adalah kali pertama Setnov ada di sidang paripurna DPR sejak ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di kursi pimpinan sidang selain Setya Novanto dan Fadli Zon, hadir pula Taufik Kurniawan, Agus Hermanto, dan Fahri Hamzah. Sedangkan dari pemerintah hadir Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Lalu jumlah anggota DPR RI yang hadir sebanyak 528 anggota, di antaranya Fraksi PDIP 106 anggota, F Partai Golkar (84), F Partai Gerindra (71), F Partai Demokrat (53), F PAN (41), F PKB (45), F PKS (39), F PPP (35), F NasDem (35), F Partai Hanura (15).

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Senin 17 Juli 2017. Oleh KPK, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman dari pelanggar pasal tersebut berupa pidana penjara seumur hidup.

Terkait statusnya ini, Setya Novanto secara tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut, kalau dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.

"Tapi khusus pada tuduhan saya telah menerima Rp 574 miliar, kita sudah lihat dalam sidang Tipikor 3 April 2017, dalam fakta persidangan saudara Nazar keterlibatan saya dalam e-KTP disebutkan tidak ada, dan sudah bantah tidak terbukti menerima uang itu," sambung dia.

Novanto berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang menyerang dirinya, terutama dalam kasus proyek e-KTP. "Saya mohon betul-betul, jangan sampai terus dilakukan penzaliman terhadap diri saya," tegas Ketua Umum Partai Golkar itu.

Setya Novanto memastikan, kalau uang sebesar Rp 574 miliar seperti yang dituduhkan jaksa kepadanya tidak pernah ia terima.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya