Mengenang Tragedi Berdarah 27 Juli di Kantor PDI

Pertistiwa kerusuhan 27 Juli itu berlangsung pada Sabtu pagi.

oleh Muhammad AliPutu Merta Surya Putra diperbarui 27 Jul 2017, 07:39 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 07:39 WIB
Gedung Baru DPP PDIP Senilai Rp. 42,6 Miliar
Penampakan gedung baru DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (1/6/2015). Gedung senilai Rp.42,6 miliar itu diresmikan oleh Megawati Soekarnoputri. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Serangan berdarah terjadi di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Dalam tragedi yang terjadi 27 Juli 1996itu, dilaporkan lima orang meninggal dunia serta ratusan lainnya luka-luka.

Peristiwa yang dikenal dengan Kudatuli (kerusuhan dua puluh tujuh Juli) itu berlangsung pada Sabtu pagi. Di mana saat itu, kantor DPP yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri diambil alih secara paksa oleh massa pendukung Soerjadi, Ketua Umum PDIP versi Kongres PDI di Medan. Dalam penyerbuan itu, ditengarai adanya keterlibatan aparat Polri dan TNI.

Menurut berbagai sumber yang dihimpun Liputan6.com, Kamis (27/7/2017), kejadian itu meletupkan kerusuhan yang meluas di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung juga terbakar.

Pemerintah saat itu menuding aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman Sudjatmiko yang saat itu menjadi aktivis PRD mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.

Presiden Soeharto dan pembantu militernya diduga merekayasa Kongres PDI di Medan dan mendudukkan kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan Megawati itu dilawan pendukung Megawati dengan menggelar mimbar bebas di Kantor DPP PDI.

Mimbar bebas yang menghadirkan sejumlah tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan kesadaran kritis rakyat atas perilaku politik Orde Baru. Sehingga ketika terjadi pengambilalihan secara paksa, perlawanan pun terjadi.

Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebutkan, ada lima orang meninggal dunia dalam kejadian itu. Selain itu, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.

Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya mampu membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili, Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas.

Untuk mengenang tragedi berdarah pada 21 tahun lalu, PDI yang kini menjadi PDIP menggelar tahlilan di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu malam 26 Juli 2017. Kegiatan digelar sebagai upaya untuk terus mendoakan para korban.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, peristiwa tersebut telah menyebabkan korban jiwa yang mayoritas kader mereka. PDIP berharap agar ada pengakuan resmi dari negara soal jumlah korban jiwa sebenarnya dalam peristiwa itu. Pada lain sisi, dia juga terus memperjuangkan nasib keluarga yang menjadi korban Kudatuli.

"Kami mengharapkan adanya kejujuran terhadap berapa banyak korban peristiwa Kudatuli. Mengingat ini tonggak demokrasi yang sangat penting, bukan hanya bagi PDIP, tetapi bagi Republik Indonesia sebagai negara Pancasila yang mengedepankan hukum. Kami mengharapkan peristiwa 27 Juli betul-betul diusut tuntas," tegas Hasto.

Surati Jokowi

Dia menuturkan, partai berlambang banteng moncong putih itu sudah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengusut tuntas peristiwa Kudatuli.

"Tahun lalu kami sudah berkirim surat kepada Bapak Presiden untuk mengusut tuntas kasus 27 Juli ini. Kita melihat banyak saksi hidup dan juga saksi atas peristiwa tersebut. Ini harus menjadi pelajaran pada sebuah solusi bersama," papar Hasto.

Dia pun mendorong agar tim khusus dibentuk untuk membahas peristiwa ini di Komisi III DPR. Bahkan melalui Komnas HAM.

"Tentu saja perjuangan melalui DPR di Komisi III disuarakan. Termasuk melalui Komnas HAM pengurus baru, tentu saja kami akan melakukan dialog, mencari solusi yang komprehensif atas persoalan-persoalan in," pungkas Hasto Kristiyanto.

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya